Minggu, 22 Januari 2017

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ISLAM DAN AGAMA LAIN



LAPORAN PENELITIAN
Hubungan Islam dengan Agama Lain
“Laporan ini disusun sebagai pengganti Ujuan Akhir Semester  mata kuliah Pengantar Studi Islam”


Dosen pengampu:
M. Anang Sholikhudin, S.PdI., M.PdI

Disusun oleh:
Kelompok IV :
1.      Amiroh Mubailah W               (201686010005)
2.      Dewi Susanti                           (201686010015)
3.      Dwita  Maya Indah N             (201686010017)
4.      Fitri Nur Islamiyah                  (201686010028)
5.      Kartika Yulia Sari                   (201686010013)
6.      Mei Rina Wahyuni                  (201686010015)
7.      Mutana’imah                           (201686010014)
8.      Siti Zainab Khoirun Nisa’       (201686010030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan hidup dan kenikmatan iman serta kesempurnaan yang tiada hentinya. Sebagai manusia kita wajib untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT dan berusaha membalas semua kebaikan yang diberikan Allah kepada kita semua dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang rosul yang di dalam dirinya terdapat suri tauladan yang baik bagi kita semua. Alhamdulillah dengan nikmat dan rasa syukur yang diberikan Allah kepada kami, kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan tema  Hubungan Islam dan Agama Lain”.
Dengan rasa hormat kami mengucapkan banyak terima kasih  kepada:
1.      Bapak Dr. H. Syaifullah, M.Hi selaku Rektor Universitas Yudharta Pasuruan sekaligus narasumber yang telah memberikan ilmu, wawasan serta pengetahuan kepada kami.
2.      Pendeta Brahm Kharismtius dan Bu Ayik Pusakaningwati yang telah memberikan ilmu, pengetahuan dan banyak waktu untuk penelitian yang diberikan kepada kami.
3.      M. Anang Sholikhudin, S.Pdi., M.Pdi selaku dosen pembimbing yang telah  membimbing  kami.
Alhamdulillah kami telah memenuhi tugas akhir semester 1 dengan mengumpulkan hasil observasi dengan metode wawancara dan penelitan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal segi lainnya. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu harapan besar jika adanya kritik, saran dan juga usulan yang membangun demi sempurnanya laporan penelitian yang telah di buat di masa yang akan datang karena tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya kritik dan juga saran yang membangun. Semoga laporan ini dapat berguna bagi semua orang khususnya bagi Mahasiswa Universitas Yudharta.



Pasuruan, 18 Desember 2016


Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah......................................................................................................1
C.     Tujuan Penelitian........................................................................................................ 1
D.    Metode Penelitian....................................................................................................... 1
E.     Waktu dan Tempat...................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN 
A.    Hubungan  Islam dan Agama lain dalam Beragama.....................................2
B.     Hubungan Islam dan Agama Lain dalam Sosial........................................................ 6
C.     Hubungan Islam dan Agama Lain dalam Bernegara................................................. 9
BAB III TEMUAN HASIL  LAPANGAN
A.    Paparan Hasil Study Lapangan.................................................................................. 11
B.     Argumen Mahasiswa Sebagai Bukti Penelitian......................................................... 15 
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................................ 26
B.     Saran.......................................................................................................................... 26
C.     Lampiran.................................................................................................................... 27
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dari tema kita yang berjudul “Hubungan Islam dengan Agama Lain” kita dapat mengartikannya sebagai pluralisme yaitu menerima perbedaan suatu hal apapun yang tidak bisa di tolak, yang berarti kita harus menerima dan mengelolanya. Antar agama kita harus saling menghargai dan menghormati menerapakan ukhuwah basyariah. Dalam fenomena saat ini banyak terjadi konflik antar umat beragama karena tidak bisa menerima perbedaan dan tidak bisa mengelolanya dan menerapkan bahwa perbedaan itu adalah rahmat.
Dialog dan komunikasi antar umat beragama merupakan suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan oleh segenap elemen umat beragama, guna untuk menghilangkan kecurigaan, su’udzhan dan untuk menjalin hubungan yang harmonis antar sesama umat beragama. Agama Islam sangat terbuka dan selalu membuka diri untuk berdialog dengan sesama umat beragama sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah pada periode Madinah, dialog yang dibangun Nabi Muhammad dengan penduduk Madinah kemudian melahirkan suatu perjanjian yang sangat terkenal yaitu “Piagam Madinah”. 
B.     Rumusan Masalah   
Pada penelitian kali ini, penulis menggali permasalahan apa saja dalam hubungan islam dan agama lain dalam kehidupan beragama, kehidupan sosial, dan kehidupan bernegara.
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya observasi ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi permasalahan apa saja dalam agama islam dan agama lain di GKJW Pandaan dan ketua FKUB .
D.    Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan teknik observasi langsung ke lapangan dan wawancara.
E.     Waktu dan Tempat
Penulis melakukan kunjungan ke GKJW Pandaan dan juga di kediaman bapak rektor selaku ketua FKUB, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan pada hari Minggu tanggal 18 Desember 2016.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hubungan  Islam dan Agama lain dalam Beragama
Pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok, suku, warna kulit, dan satu agama saja. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda agar mereka bias saling belajar, bergaul, dan membantu antara satu dan lainnya. Pluralisme mengakui perbedaan-perbedaan itu sebagai sebuah realitas yang pasti ada di mana saja. Umat Islam dari sejak dulu hingga kini telah biasa hidup di tengah ke-bhinneka-an atau pluralitas agama dan menerimanya sebagai realitas sosial.
Piagam Madinah sebagai bukti, dengan jelas sekali mengakomodir pluralitas agama saat itu dan para ulama telah pula menjelaskan hukum yang terkait dengan hubungan umat dalam pluralitas agama itu. Sangat dianjurkan sekali hubungan antar umat beragama itu terjalin dengan baik demi menjaga dan membangun kerukunan dan kebaikan bersama serta demi kemanfaatan dan kemaslahatan umum sebagaimana yang diterangkan di beberapa kitab yang salah satunya termaktub dalam kitab Tafsir al-Munir juz 1 halaman 93. Diterangkan pula dalam kitab al-Bab fii Uluum al-Kitaab, bab surat Ali Imran juz 5 halaman 143, sebagai berikut:
المعا شرة الجميلة في الد نيا بحسب الظا هر وذ لك غير ممنوع         (تفسير المنير ج ا ص 9 ) ......
....... menjalin hubungan baik dengan non muslim di dunia dengan sebatas dhahir itu tidak ada larangan...... (Tafsir al-Munir, juz 1, hal. 93).[1]
Agama adalah kekuatan ghaib yang diyakini berada di atas kekuatan manusia didorong oleh kelemahan dan keterbatasannya. Manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan ghaib tersebut. Sebagai realisasinya adalah sikap patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan ghaib tersebut.[2]
Setiap agama memiliki keyakinan dan ajaran yang berbeda satu sama lain, namun pada dasarnya setiap agama mengajarkan sikap saling menghormati, menghargai, serta hidup berdampingan secara damai dengan pemeluk agama yang lain. Maka, negara dan masyarakat berkewajiban mengembangkan kehidupan beragama yang penuh dengan toleransi dan saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang beradab.[3]
Gus Dur memberi contoh sebagaimana yang dilakukan oleh Kyai Iskandar, dengan cara bergaul secara berbaur dalam masyarakat. Gus Dur mengembangkan pandangan anti eksklusivisme agama. Menurutnya, berbagai peristiwa kerusuhan yang berkedok agama di beberapa tempat adalah akibat adanya eksklusivisme agama.[4]
Berbicara tentang hubungan islam tentu tidak lepas dari kata ukhuwah atau persaudaraan. Islam mengajarkan kita untuk saling menghormati, menghargai, menerima perbedaan, sopan, santun antar sesama.
Sedangkan dalam istilah, menurut M. Quraish Shihab bahwa ukhuwah diartikan sebagai “setiap persamaan dan keserasian dengan pihak yang lain, baik persamaan keturunan, dari ibu, bapak atau keduanya, maupun keturunan dari persusuan”. Secara majazi kata ukhuwah (persaudaraan) mencakup persamaan salah satu unsur seperti suku, agama, profesi, dan perasaan.[5]
Seperti apa yang di katakan beliau gus Yusuf Wijaya beliau mengatakan bahwa perbedaan  itu membawa rahmat. Seperti adanya laki-laki dengan perempuan apabila tidak ada yang namanya perbedaan  maka tidak ada penerus bangsa seperti kita ini. yang paling penting yaitu ukhuwah basyariah persaudaraan yang saling mengharagai antar sesama manusia.
Dalam perbedaan keyakinan atau beragama kita tidak boleh meninggalkan yang namanya budaya dan kita harus berpegang teguh kepada pancasila karena bila kita tidak menerapkan hal itu maka akan terjadi konflik antar umat beragama.
Dari observasi yang kami lakukan seperti di FKUB (Forum Kerukunan Umat beragama) di dalam organisasi tersebut  membangun sebuah tempat peribadatan yang ber macam-macam. Dalam hal ini bahwa terlihat sangat rukun dalam menghargai perbedaan di Indonesia. untuk menghindari konflik yang terjadi antar beragama maupun sesama agama kita harus bisa mempraktikkan ayat ini :
خىرالناس انفعهم لناس
“Sebaik  baik manusia adalah  bermanfaat bagi orang lain”.
Di dalam Al-Quran Allah memberikan kriteria bahwa setiap “agama” mempunyai keyakinan akan adanya suatu “masa” atau suatu “keadaan” dimana manusia memperoleh “balasan” dari apa yang ia lakukan. Konsep tentang kebaikan dan kejahatan secara konsisten diikuti dengan konsep surga dan neraka. Inilah ciri penting dari semua agama. Tanpa kesadaran ini tentu agama akan menjadi tujuan.
Agama sebagai fungsi alat untuk menciptakan perbaikan dan peradaban yang telah diungkap di al-Qur’an dengan kata kunci القيم yakni agama “yang lurus” adalah agama yang mampu membuat manusia tidak melakukan kerusakan.
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفً۬ا‌ۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡہَا‌ۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِ‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
مُنِيبِينَ إِلَيۡهِ وَٱتَّقُوهُ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُشۡرِڪِينَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”
“Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,”[6]
 Agama yang lurus adalah agama yang cocok dengan fitrah manusia dan mengangkat harkat kemanusiaan-manusia, yakni agama yang difahami bukan hanya melalui nurani yang paling dalam dan bening, tetapi diiringi dengan pengetahuan yang cerdas serta diikuti dengan kesadaran untuk bersih dari segala dosa dan kesalahan serta penuh harapan akan anugerah Tuhan, kemudian ditambah lagi dengan senantiasa berkomunikasi kepada Tuhan.
Kitab suci al-qur’an diturunkan dalam konteks kesejarahan dan situasi keagamaan yang pluralistik (plural-religius). Setidaknya terdapat empat bentuk keyakinan agama yang berkembang dalam masyarakat Arab tempat Muhammad saw. Menjalankan misi profetkinya sebelum kehadiran Islam, yaitu Yudaisme (Yahudi) atau Kristen, Zoroastrianisme dan agama Makkah sendiri. Tiga di antaranya yang sangat berpengaruh dan senantiasa disinggung oleh al-qur’an dalam berbagai levelnya adalah Yahudi, Kristen dan agama Makkah.[7]
Kedatangan al-Qur’an ditengah-tengah pluralitas agama tidak serta-merta menolak agama-agama yang berkembang pada saat itu, akan tetapi al-Qur’an mengakui dan membenarkan agama-agama yang datang sebelum al-Qur’an diturunkan.[8] Bahkan lebih jauh dari itu al-Qur’an juga mengakui akan keutamaan umat-umat terdahulu sebagaimana firman Allah :
قَالَتۡ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى وَلَدٌ۬ وَلَمۡ يَمۡسَسۡنِى بَشَرٌ۬‌ۖ قَالَ ڪَذَٲلِكِ ٱللَّهُ يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ‌ۚ إِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرً۬ا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ ۥ كُن فَيَكُونُ
“Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, dan Aku telah melebihkan kamu dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu)”.[9]
Pengakuan terhadap plurlisme atau keragaman agama dalam al-Qur’an, ditemukan dalam banyak terminolgi yang merujuk kepada komonitas agama yang berbeda seperti ahl al-kitab, utu al-Kitab, utu nashiban min al-Kitab, ataytum al-Kitab, al-ladzina Hadu, al-nashara, al-Shabi’in, al-majusi dan yang lainnya.[10] al-Qur’an disamping membenarkan, mengakui keberadaan, eksistensi agama-agama lain, juga memberikan kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Ini adalah sebuah konsep yang secara sosiologis dan kultural menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara teologis mempersatukan keragaman tersebut dalam satu umat yang memiliki kitab suci Ilahi. Karena memang pada dasarnya tiga agama yaitu Yahudi, Kristen dan Islam adalah bersudara, kakak adek, masih terikat hubungan kekeluargaan yaitu sama-sama berasal dari nabi Ibrahim as.[11] Pengakuan al-Qur’an terhadap agama lain, diantaranya berdasarkan firman Allah swt, yang berbunyi :
وَإِنَّ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَمَن يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُمۡ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡہِمۡ خَـٰشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشۡتَرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ ثَمَنً۬ا قَلِيلاً‌ۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَا
Dan Sesungguhnya diantara ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya”.[12]
Menurut riwayat Jabir Ibn Abd Allah, Anas, Ibn Abbas, Qatadah da al-Hasan, teks surat Ali Imran ayat 199 di atas, turun berkenaan dengan kematian raja Najasyi dari Habsah. Pada saat kematian raja Najasyi, Nabi menyuruh kepada sahabatnya untuk melaksanakan shalat jenazah. Para sahabat saling membicarakan kenapa Rasul menyuruh untuk melaksanakan shalat bagi seorang raja kafir (ateis). Maka turunlah ayat di atas untuk menegaskan spritualitas sebagian ahli Kitab.[13]
مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ وَعَمِلَ صَـٰلِحً۬ا فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡہِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
”siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.[14]
Sayyid Husseyn Fadhlullah dalam tafsirnya menjelaskan Makna ayat ini sangat jelas. Ayat ini menegaskan bahwa keselamatan pada hari akhir akan dicapai oleh semua kelompok agama ini yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya berkenaan dengan akidah dan kehidupan dengan satu syarat yaitu memenuhi kaidah iman kepada Allah, hari akhir, dan amal shaleh. Ayat-ayat itu memang sangat jelas itu mendukung pluralisme. Ayat-ayat itu tidak menjelaskan semua kelompok agama benar, atau semua kelompok agama sama. Ayat-ayat ini menegaskan semua golongan agama akan selamat selama mereka beriman kepada Allah, hari akhir dan beramal shaleh.[15]
Akan tetapi untuk sekarang dan sampai hari kiamat, agama yang di akui oleh Allah swt, adalah agama Islam, berdasarkan firman nya yang berbunyi :
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَـٰمَ دِينً۬ا‌ۚ
“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.[16]
Dan Allah juga telah berfirman,
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَـٰمُ‌ۗ
“ Sesungguhnya agama yang diterima disisi Allah adalah agama Islam.”
B.     Hubungan Islam dan Agama Lain Dalam Social
Hubungan antar agama sangatlah penting dalam kehidupan social, berbangsa dan bernegara, agar tidak terjadi konflik antar masyarakat yang sering mengatas namakan agama. Semua itu harus diperhatikan terutama hubungan antar agama. Hubungan antar agama dapat diartikan sebagai bentuk solidaritas sesama manusia yang ditujukan dalam kehidupan yang harmonis, saling menghormati antar agama yang ada serta terjalinnya hubungan sosial yang baik antar umat beragama dalam segala bidang, sehingga dapat tercipta kerukunan dalam umat beragama.
Kita pasti mempunyai banyak perbedaan. Namun, sebagai makhluk sosial, dimana manusia tidak akan bisa hidup dengan baik tanpa adanya bantuan dari orang lain, jika kita menyadari hal tersebut mungkin kita akan berpikir kita semua saling membutuhkan satu sama lain dan mampu menghilangkan rasa perbedaan.
Pengakuan pluralisme secara sosiologis ini juga dikemukakan oleh Mukti Ali. Mukti Ali secara sosial tidak mempersoalkan adanya pluralisme, dalam pengakuan-pengakuan sosial, tetapi ia sangat tegas dalam hal-hal teologis. Ia menegaskan bahwa  keyakinan terhadap hal-hal teologis tidak bisa dipakai hukum kompromistis. Oleh karena itu, dalam satu persoalan (objek) yang sama, masing-masing pemeluk agama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda, misalnya pandangan tentang al-Qur’an, Bibel, Nabi Muhammad, Yesus dan Mariam.
Mukti Ali sendiri setuju dengan jalan  “agree in disagreement”. Ia mengakui jalan inilah yang penting ditempuh untuk menimbulkan kerukunan hidup  beragama. Orang yang beragama harus percaya bahwa agama yang ia peluk itulah agama yang paling baik dan saling benar, dan orang lain juga dipersilahkan, bahkan dihargai, untuk percaya dan yakin bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang paling baik dan paling benar.[17]
Eka Darmaputera mendefinisikan negara sebagai realitas sosial dan sebuah kenyataan manusiawi yang dapat difungsikan sebagai ideal type. Ketika agama terperangkap kepada institusionalisme, yakni terjadinya penekanan dan pemusatan kepada dimensi kelembagaan atau institusional suatu agama, sehingga upaya penguatan dan pengembangan institusional menjadikan agama semakin kuat, semakin berkuasa, dengan demikian, maka agama akan mudah sekali terjebak dalam sindrom mayoritas maupun minoritas.[18]
Agama merupakan suatu pedoman bagi kehidupan umat manusia, dengan beragama kita jadi memiliki tujuan hidup. Dengan beragama juga kehidupan kita menjadi lebih nyaman dan terarah serta teratur. Agama menjadikan kita mengetahui segala hal yang baik maupun segala hal yang buruk bagi kehidupan kita semua. Kehidupan kita menjadi lebih baik sebab banyak tuntunan yang kita dapatkan dan banyak  larangan yang menjadikan kita mengetahui apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan.
Kerukunan dalam umat beragama semakin berkurang seiring dengan kemajuan jaman.  Kerukunan dapat diwujudkan dengan cara saling menghormati kebebasan menjalankan sesuai dengan agamanya. Selain itu, saling menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama, antara berbagai golongan agama dan antara umat-umat beragama dengan pemerintah yang sama-sama bertanggungjawab membangun bangsa dan negara. Dan saling tenggang rasa dengan tidak memaksakan agama kepada orang lain.
Peranan agama secara pribadi adalah penting, yaitu keyakinan dan ketentuan beragama tiap-tiap individu untuk tidak menjalankan hal-hal yang terlarang oleh agama. Karenanya sasaran penataan agama-agama dengan sendirinya tidak lain ditujukan kepada pemeluk agamanya masing-masing, supaya lebih mendalami dan menghayati pengamalan ajaran agama-agamanya. Dengan demikian, kerukunan akan mudah terbina jika setiap umat beragama taat dengan ajaran agamanya masing-masing. Setiap agama mengajarkan kerukunan dan kebaikan, maka jika orang sungguh-sungguh mentaati ajaran agama diharapkan kerukunan akan terbina.
Dalam kehidupan manusia yang demikian beraneka ragam peran serta agama sangat berpengaruh untuk memberikan pengertian bagi setiap umat tentang bagaimana hidup bertetangga dengan rukun dan penuh persahabatan dan tidak ada saling mencurigai serta mampu memahami bahwa agama yang dipeluk oleh orang lain juga mengajarkan hidup berdampingan dengan baik bahkan mampu saling menerima, serta mewujudkan kehidupan yang hanya kelompok tertentu yang diakui atau disegani.
Ada sejumlah kegiatan dalam kehidupan sosial yang dapat dijadikan sebagai cara bagi semua golongan sehingga dapat meredam isu dan konflik yang dapat muncul, terutama konflik yang bersifat antar agama, golongan atau antar kelompok. Kegiatan kerja bakti atau gotong royong dapat dilihat sebagai kegiatan kerjasama sosial kemasyarakatan yang didasarkan kebutuhan bersama yang diperlukan oleh komunitas yang bersangkutan. Kegiatan kerjasama untuk kepentingan bersama ini dapat menyambung keterpisahan yang disebabkan perbedaan keyakinan keagamaan yang dianut.
Oleh sebab itu hubungan antar Agama di sini hanya pada tataran kehidupan sosial dan tidak sampai pada masalah-masalah teologis. Sehingga dalam pembahasan ini hubungan antar Agama juga sebagai komunikasi antar budaya, karena terdapat perbedaan antara Agama yang satu dengan Agama lain. Sebagaimana diungkapkan oleh DeVito (1997) bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi antara kelompok agama yang berbeda. Misalnya: antara orang Islam dengan orang Yahudi. Jadi Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, agama, kelompok ras, atau kelompok bahasa, komunikasi itu disebut komunikasi antarbudaya.
C.    Hubungan Islam dan Agama Lain dalam Bernegara
Hubungan negara dan agama ibarat ikan dan airnya. Keduanya memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat. Selanjutnya al-Ghazali dalam bukunya “Aliqtishad fi Ali’tiqat”  mengatakan bahwa agama dan negara adalah dua anak kembar agama adalah dasar dan penguasa/kekuasaaan negara adalah penjaga segala sesuatu yang tidak memiliki dasar akan hancur dan sesuatu yang tidak memeiliki penjaga akan sia-sia[19].
Hubungan integralistik dapat di artikan sebagai hubungan teolitas, dimana agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integral). Ini jiga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaliguis lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali bahwa islam tidak mengenal pemisaham agama antara agama dan politik atau negara. Konsep seperti ini sama dengan konsep teokrasi.[20]
Mengingat kompleksitas politis dan historis negara bangsa Indonesia sejauh menyangkut kehidupan agama dan umat beragama dan juga political and social repercussions yang biasanya muncul pada masa sekarang ini tentang hubungan agama dan negara.
Namun demikian, kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak warganya tidak akan dapat berlangsung dengan baik tanpa dukungan warga negara dalam bentuk pelaksanaan kewajibannya sebagai warga negara. Misalnya, warga negara berkewajiban membayar pajak dan mengontrol jalannya pemerintahan baik melalui mekanisme kontrol tidak langsung melalui wakilnya di lembaga perwakilan rakyat (DPR, DPRD) maupun secara langsung melalui cara-cara yang demokratis dan bertanggung jawab. Cara melakukan kontrol secara langsung bisa dilakukan melalui, misalnya, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pers, atau demonstrasi yang santun dan tidak mengganggu ketertiban umum. Pada saat yang sama, dalam rangka menjamin hak-hak warga negara, negara harus menjamin keamanan dan kenyamanan proses penyaluran aspirasi warga negara melalui penyediaan fasilitas-fasilitas publik yang berfungsi sebagai wadah untuk mengontrol negara, selain memberikan pelayanan publik yang profesional.[21]
Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Hubungan antara Agama dan Negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.[22]


BAB III
TEMUAN HASIL  LAPANGAN
A.    Paparan Hasil Study Lapangan
Dari hasil observasi yang kami lakukan kami mendapat banyak keilmuan dan informasi dari beberapa narasumber kami:
1.      Pendeta Brahm Kharismatius yang bertempat di kediamannya
Ada budaya jawa sebenarnya kami ingin tuhan dikenal lewat budaya jawa dan ibadah kami juga menggunakan budaya jawa doa-doa kitab semua menggunakan bahasa jawa Cuma  karena banyak pendatang, dan anak mudah jaman sekarang tidak mengenal bahasa jawa sehingga anak-anak ini kalau ibadah menggunakan bahasa jawa peminatnya sedikit.
 Ada dua ibadah diminggu kedua dan keempat menggunakan bahasa jawa tapi pada bulan januari februari kami khusus ibadah 100% menggunakan bahasa jawa karna diminggu kedua dan keempat itu masih campur-campur kalau menggunakan bahasa jawa itu ada terjemahannyan dan  bagi orang jawa sendiri lebih khusuk kalau ibadahnya menggunakan bahasa jawa jadi waktu menggunakan bahasa jawa itu ada orang luar jawa itu tidak mengerti waktu kami ibadah menggunakan bahasa jawa. Al-kitab itu diterjemahkan kedalam berbagai macam bahasa, bahasa Madura juga ada namanya al-ketab bahasa jawa juga bermacam versi. Kita berangakat dari pemahaman budaya jawa waktu ke gereja ya kita menggunakan belangkon, kemben.
Meskipun orang-orang Kristen Belanda itu ke greja  pakek kemeja celan dan sepatu,  jadi kami yang orang jawa ya dengan cara kami sendiri tapi kelamaan budaya jawa itu sedikit-sekdikit kabur ya bukan hilang tapi tidak sekental dulu, sama dengan islam kami juga berbeda-beda dalam kekristenan kami kalau dari madzhab ada macam-macam juga kalau kami menggunakan mazhab yang pertama madzhab mainstrim, ada juga Kristen yang tidak menggunakan pendekatan budaya bahkan mereka menganggap model dakwah yang menggunakan bahasa jawa itu sinkretik atau tidak sah lah padahal kalau kita belajar ke kristenan sendiri itu berasal dari Israel dari Timur Tengah.
Apakah mereka tidak punya budaya mereka punya budaya mereka tidak faham bahwasanya semenjak Yesus lahir itu sudah hidup ditenggah-tengah budaya Yahudi, bagi kami Yesus itu penyelamat tuhan yang menjelma itu Yesus.
Kami para pendeta juga pernah nyantri pada para  Yai Sholeh itu dekat sama kami dan kami belajar.  Ibadah kami hanya satu kali hari minggu kalau ada momentum seperti tanggal 22 Desember itu ada natalan ibu-ibu karna hari mothers day itu, dalam ibadah kami bagi perjenjang ada untuk orang dewasa dan ada juga untuk anak-anak karna kalau kita sedang beribadah anak-anak itu ya tidak mengerti jadi kita ada juga jenjang buat anak-anak ya mewarnai apa game.
 Ibadah itu suatu perintah yang harus dijalankan dari masing-masing individu sebenarnya dengan sendirian dikamar kita juga bisa beribah meskipun tidak datang ke greja, namun kita kan kita sudah seminggu itu full dengan kerja dan kegiatan lainnya jadi kita ada waktu hari minggu itu untuk ibadah bersama di greja karna tidak selalu orang yang bekerja itu pati lebih kaya dengan orang yang pada hari minggu ke greja, tidak ada keharusan bagi kami untuk mengganti ibadah yang tidak dilakukan atau yang ditinggalkan.
Kami pada hari minggu itu ke greja beribadah hanya sekitar satu jam dua jam itu terus kita ngobrol-ngobrol sambil mengatur rencana pergi kemana-kemana gitu karna kan kita sudah seminggu beraktivitas nah kita gunakan hari minggu itu untuk ibadah dan bertemu dengan teman-teman untuk saling bercerita dan pergi jalan-jalan bersama.
 Cara orang beribadah itu berbeda-beda ada orang yang tidak suka beribadah tapi dia itu perbuatannya baik ada juga orang yang cara beribadahnya dengan diri sendiri seperti topo, puasa itu ada, paham pluralisme kami menerima perbedaan keanekaragaman itu sebagai paham saya sendiri itu sesuatu yang tidak bisa ditolak karna dari rambut saja sudah berbeda ada yang lurus ada yang kriting dan lain sebagainya.
Jangankan dalam hal keyakinan beragama dalam satu  pemikiran saja kita tidak akan selalu sama jadi suatu perbedaan itu bukannnya ditolak tapi harus diterima, kalau kehidupan sosial di lingkungan kami ini terjalin dengan sangat baik saling menghargai satu sama lain kalau ada acara-acara gotong royong kita juga selalu ikut dan berpartisipasi tapi kalau misalkan kita lagi tidak bisa karena kan biasanya itu dilakukan di hari minggu yang mana kita pada hari itu ada ibadah ke gereja  jadi kita yang menyumbang seperti membuatkan makanan atau minuman kepada pekerja begitu.
2.      Pendeta Brahm Kharismatius yang bertempat di GKJW Pandaan.
Selamat malam rombongan dari gus yusuf wijaya. Pada malam hari ini damai natal betul dirasakan bagaimana kedamaian juga kasih dan pengharapan nampak seperti nyata ketika kita mampu membangun relasi kita hidup bersama diwilayah pandaan yang tadi direnungan saya perbedaan meskipun berbeda tapi ada rasa satu bangsa ini merupakan kekuatan kita. Bapak Agus Yusuf Wijaya tanya rekan PLN dari mana dari pandaan.
 Bapak ibu saudara yang dikasih tuhan pada malam ini sungguh lengkap bagi kita semua pada akhir ini kita bisa hidup bersama sering kali yang menjadi tentang kita adalah bagaimana kita mengelola perdamaian melalui perbedaan dan kebhinekaan indonesia adalah asat yang sangat berharga ribuan pulau suku bngsa bahasa budaya bahkan juga  agama lokal animisme dinamisme yang ada dihutan  mereka hidup di wilayah indonesia yang sangat kita cintai bagaimanakah kita sebagai sebuah keluarga indonesia ini hidup bersama sering kali didalam sebuh komunitas ada perbedaan kadang perbedaan jarang bisa dikelolah sehingga ada semacam friksi ada faksi dalam di kekristenan kristen da bayangkan belum tentu sama juga agma islam ada yang aliran utama yang utama ada cabang banyak nah bapak ibu yang dikasih tuhan  memang jika kenyataannya demikian kita harus menyadari dikehidupan bersama tdk bisa memaksakan kehendak.
Pendeta Brahm Kharismatius di islam adalah sama dengan nu karena kita memahami dengan tidak menolak budya meskipun namanya gereja kristen jawi wetan tapi kami menyadari di dalam gereja ini banyakorang jawa tapi lama-kelamaan banyak pendatang kami turut mempertimbangkan orang yang tidak bisa bahasa jawa sehingga kalau  ibadah dengan bahasa jawa bahasanya  jadi gadut”  ini adalah sebuah kebhinekaan bukan perbedaan fisik tapi eksensi isi orang berbeda” ini yang perlu kita harus bisa merangkul semua tema natal hari ini adalah mengajak kita semua menuju kedamaian.
Kedamaian harus dinilai dari diri sendiri dimanapun kita damai maka tidsk ada yang tidak mungkin kedamaian menular yang akan di rasakan semua orang harus aktif tidak boleh diam jangan sampai kalah dengan yang tidk damai orang yang damai menjadi sailent mayority sehingga kessnnya kacau membangun relasi dengan baik dengan tetangga hidup harmonis memabangun relasi marilah mempertahankan hal yang baik agar bisa kita ungkapkan dengan perbuatan akhirnya kita bisa menjadi jalan yang baik.
Sekian dari kami salam sejahtera bagi kita semua tuhan yesus memberkati.
3.      Dari Bapak Dr. H. Syaifullah, M.Hi
Pluralisme yaitu sebuah faham menerima perbedaan dan juga sesuatu hal yang tidak bisa ditolak kita harus bisa menerimanya dan juga di nikmati keanekaragamaannya.
Hubungan islam dengan agama lain sangat baik, santun, saling menghormati, menghargai, menerima perbedaan, berbuat baik kepada siapapun, hormat kepada siapapun, menerima perbedaan agama yang juga termasuk sunnah tullah contoh mengucapkan natal.
Kami memandang Islam radikal berpedoman hanya sebagian ayat al-Qur’an saja bahwa nabi lemah lembut pada seorang muslim dan keras pada non muslim, mereka memandang hanya pandangan textualnya saja.
Mereka memandang kelompok wahabi ada betulnya mereka hanya mengagungkan Allah SWT, Nabi Muhammad hanya di hormati saja karena khawatir berbuat syirik
Mereka FKI hanya kurang keilmuan saja mereka hanya memahami dasar-dasar agama dan juga kurang memahami lebih dalam agama islam sendiri. Kalau masalah bimbingan seperti aliran-aliran FKI ataupun pengarahan bagi kami cukup sulit karena mereka tidak bisa langsung di didik begitu saja karena mereka mempunyai sifat yang sangat keras, jadi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyadarkan mereka.
Dalam hal social Hubungan agama islam dengan agama lain contohnya seperti bantuan dana gempa bumi, merayakan natal.
Dalam hal bernegara apa saja hubungan islam dengan agama lain Kita kembalikan pada pancasila yakni menjunjung tinggi pilar-pilar Negara contoh UUD, NKRI, BTI.
Dari beberapa hasil diskusi diatas bisa disimpulkan bahwa hubungan islam dengan agama lain sangatlah baik karena kita sebagai seorang muslim sudah diajarkan bagaimana cara yang baik untuk berhubungan dengan selain agama islam. Islam sangat menjunjung tinggi nilai Universal yakni menyeluruh, kesatuan, perdamaian.
Islam telah mengajarkan kita bagaimana cara yang baik, santun untuk menghormati non muslim sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Tholib beliau menghargai orang tua yakni orang yahudi yang pada saat itu beliau tidak mendahului perjalanannya.
Dalam hubungan social Nabi Muhammad merupakan pemimpin yang terbaik di dunia, yang menjadi panutan bagi umat muslim tetapi juga diakui oleh orang-orang non muslim, bahkan dimasa hidup beliau, kaum kafir Quraisy yang senantiasa memusuhi beliaupun mengakui akan kepemimpinan beliau. Sikap rendah hati, sopan santun, lemah lembut dan adil serta sabar bisa kita temukan dalam keseharian beliau, maka tidak heran bahwa siapapun akan kagum dengan sikap dan perilaku beliau.
Bahkan pada saat tinggal di Mekkah, orang-orang kafir Quraisy senantiasa mencaci maki dan menghina bahkan perlakuan kasar terhadap beliau. tetapi yang beliau lakukan hanya sabar dan tawakkal kepada Allah SWT dan mendoakan semoga agar mereka diberi petunjuk oleh Allah SWT.      
Nabi Muhammad juga bersikap adil dan bijaksana terhadap orang kafir sebagaimana dalam perjanjian beliau menyusun Piagam Madinah. Beliau melindungi orang non muslim yang melindungi atau berdamai dengan orang islam.
B.     Argumen Mahasiswa Sebagai Bukti Penelitian
Dari observasi yang kami lakukan setiap mahasiswa memiliki argumen sendiri tentang hasil observasinya.
A.    Dewi Susanti
Islam itu sebagai saudara termudah di bandingkan dengan agama-agama lain maka dari itu islam dan agama lain saling menghormati sebab di negara kita sudah diajarkan bhinneka tunggal ika berbeda tapi tetap satu. Maka dari itu kita tidak boleh saling musuhan,membedakan,dan lain sebagainnya  didalam al-qur`an pun sudah dijelaskan
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذكرو نعمت الله عليكم اذ كنتم اعداء فالف بين قلو بكم فاصبحتم بنعمته اخوانا
وكنتم على شفا حفر ة من النا ر فانقذكم منها كذلك يبين الله لكم ايا ته لعلكم تهتدون
“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali(agama) allah, dan janganlah kamu bercerai berai,dan ingatlah akan nikmat allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah). Bermusuh-musuhan,maka allah mempersatukan hatimu,lalu menjadilah kamu kerena nikmat allah,orang-orang yang bersaudara.”(QS.Ali-Imron:103)
Jadi kita sebagai umat islam harus saling menghormati terhadap saudara tua. Kalau kita menghadiri acara natal seumpama tidak ada yang melarang karena kita hanya mengormati mereka selagi iman kita tidak berubah maka diperbolehkan. Nabi muhammad saja menghargai agama lain masa kita yang sebagai umatnya tidak bisa menirunya jadi kita harus meniru jejak beliau. Kita juga tidak boleh membeda-bedakan seperti dalam sila ke5 yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia yang didalamnya terdapat ayat al-qur1an yang berbunyi
يا يها الذين امنوا كو نوا قو مين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنكم شنا ن قوم
على الاتعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى واتقوالله انلله خبير بما تعملون
”hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan(kebenaran)karena allah,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa,dan bertaqwalah kepada allah,sesungguhnya allah maha mengetahui apa yang kau kerjakan.” (QS.al-Maidah:8)
يا ايها الذين امنوا كونوا قوامين بالقسط شهداء لله ولو على انفسكم اوالوالدين والاقربين انيكم غنيا اوفقيرا فالله اولى بهما
فلا تتبعوا الهوى انتعدلوا وان تلووا او تعرضوا فان الله كا ن بما تعملون خبيرا
“wahai orang-orang yang beriman,jdilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,menjadi saksi karena allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,maka allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata)atau enggan menjadi saksi,maka sesungguhnya allah adalah maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS.an-Nisa`:135)                               
B.     Kartika Yulia Sari
Setelah saya kemarin melakukan observasi dengan tema “Pluralisme” saya beserta angkota kelompok yang lain mendapatkan kesempatan melakukan sesi Tanya jawab dengan pak Bram selaku pendeta di GKJW.
Dan akhirnya setelah kami melakukan sesi Tanya jawab tersebut kemudian saya dapat menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki pendapat serta keyakinannya masing-masing seperti halnya dalam beragama, setiap orang behakmeyakini agamanya masing-masing tanpa adanya paksaan dari pihak lain .
Jangankan Islam dengan agama lain dalam Islam sendiri saja terdapat banyak perbedaan dalam meyakini keislaman mereka, seperti halnya NU, MUHAMMADIYAH dan lain sebagainya mereka memiliki tujuan yang sama namun mereka memiliki cara pandang yang berbeda mengenai hokum-hukum dalam Islam.
Jadi bukanlah sangat wajar jika kita menjumpai banyak perbedaan dengan agama lain, sebagai umat Islam kita sendiri berkeyakinan Islam adalah agama yang paling benar begitu pula dengan agama non muslim mereka mempunyai keyakinan bahwa agama mereka adalah agama yang benar.
Jadi alangkah lebih baik jika kita tidak menyalahkan keyakinan mereka dan bias menghargai dan bertoleransi dalam beragama dan yang harus kita lakukan sekarang adalah memperkuat keyakinan kita dan menjalankannya dengan penuh keyakinan kita tanpa menyalahkan keyakinan orang lain atau agamalain, lebih-lebih kalau kita bisa mengajak mereka kearah yang lebih baik dengan catatan tidak ada unsur pemaksaan dan harus murni dari keinginan atau keyakinan dari diri mereka sendiri.
            Itulah yang dapat saya ambil dari hasil obsevasi kemarin bersama teman-teman.

C.     Mei Rina Wahyuni
Dalam lingkungan sosial pak bram tinggal di sini sedangkan mayoritas penduduk sini banyak yang muslim, pak bram tidak ada masalah beliau sangat menikmat. Bahkan biasanya pada hari minggu orang muslim bekerja bakti membersihkan makam orang non muslim di situ juga biasanya ikut partisipasi mereka memberikan rokok dan memberinya teh mereka pada saat itu sangat mohon maaf sekali karena tidak bisa membantu karena biasanya kalau pada hari Minggu biasanya waktunya jamaat beribadah.
Dalam perbedaan agama kita sebagai warga Negara Indonesia kita harus menggunakan pancasila sebagai dasarnya karena di dalam Pancasila itu sudah sangat mencakup semuanya. Di dalam perbedaan agama kita harus lebih menghormati dalam perbedaan agama kita harus lebih mengutamakan ukhuwah basyariah seperti apa yang dikatakan beliau gusyusuf wijaya.
Cara pak Bram dalam dalam pendekatan dengan jemaatnya dan dengan orang muslim tidak menghilangkan budaya.
Beliau berkata Kristen multikultular atau Kristen, Kristen ala NU relasi pendekatannya itu dengan latarbelakang budaya. Dan cara penyampaikan dakwanya tidak bertentangan dengan budaya. Misalkan pada hari minggu pada waktu ibadah terkadang memakai bahasa jawa dan juga bahasa Indonesia, dan juga ada yang memakai kopya hitam. Dan juga pada perayaan Natal pada waktu hari ibu. Ibu-ibu disana memakai kebaya dan bapak-bapaknya juga ada yang memakai kopya.
Disini mereka menghormati dan menghargai  orang lain karena di sini jamaatnya campur karena banyak pendatang beliau menyebutkan kitabnya dengan sebutan “al-ketab” dalam kitabnya tersebut banyak menggunakan berbagai bahasa dan bahkan juga menggunakan bahasa Madura.
Kristen mengenal NU itu semenjak mengenal Gus dur. Dalam agama ini terdapat model-modelnya yaitu:
1. Ritus
2. Amal
3. Dengan cara hidup sendiri
Itulah cara mereka bagaimana cara mengimani tuhannya. Mereka memahami Yesus itu monotoris 1 tuhan dan memiliki roh yang dinamakan roh kudus yaitu roh allah sendiri yang berkarya di dunia dan dalam sejarah mereka tidak menolak yesus.
Dari observasi yang kami lakukan oleh kelompok kami. Saya menyimpulkan bahwa setiap makhluk hidup di dunia yang di beri akal sehat kita harus bisa menjadi orang bermanfaat bagi orang lain dari perbedaan keyakinan ini kita harus bisa menghargai perbedaan dan bahwa perbedaan itu adalah rahmat. Dan dalam beragama kita harus saling menghormati, dalam islam di surat al-kafirun ayat 6 yang berbunyi:
لكم دينكم ولي دين
" untukmu agamamu dan untukku agamaku".
D.    Dwita Maya
Dari studi observasi islam dan agama lain kita mendapatkan beberapa pelajaran yang dapat kita ambil
Setidaknya ada tiga bentuk toleransi yang dianjurkan kepada umat Islam ketika berhubungan dengan non-muslim, yakni :
Pertama, agama Islam mengajarkan kita untuk menolong siapapun yang dalam keadaan susah. Baik itu susah karena tertimpa musibah maupun karena sakit.kutipan singkat yang di sampaikan Gus Yusuf"Dalam hal tolong menolong agama islam tidak memandang setiap keyakinan atau kepribadian orang.namun  lebih mementingkan rasa kemanusiaan,dan Tidak ada batasan agama dalam hal ini." Seorang Muslim sangat diperkenankan membantu non-muslim yang tertipa musibah ataupun sakit tanpa perlu khawatir tindakan tersebut mengakibatkan dosa. Bahkan sebenarnya malah berbuah pahala. Sesuai dengan hadist yang artinya : “Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363). Sama sekali bukan masalah jika ada muslim yang kelebihan rezeki lalu menyumbangkannya untuk berobat tetangga yang sedang sakit sekalipun ia non-muslim.
Kedua, kita dapat menjalin hubungan baik dengan keluarga yang non-muslim. Muslim tetap dianjurkan untuk berhubungan baik dengan keluarga yang non-muslim. Termasuk berhubungan dengan orang tua yang kebetulan tidak beragama Islam. Bahkan Sang Maha Pencipta memerintahkan kita untuk tetap berbuat baik meskipun orang tua yang non-muslim telah memaksa kita untuk berbuat syirik. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an sebagai berikut : Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).
Ketiga, boleh memberi hadiah kepada non-muslim. Ini sangat dianjurkan jika seorang muslim tengah mendakwahi non-muslim. Selain itu juga boleh dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan non-muslim. Salah seorang sahabat utama Rasulullah SAW, Umar Bin Khatab pernah menghadiahi pakaian kepada saudaranya yang saat itu belum masuk Islam.
Menurut saya Ketiga hal di atas adalah hal-hal yang dianjurkan dan diperbolehkan umat Islam melakukannya kepada non-muslim. Tentu saja lebih dianjurkan lagi melakukannya kepada saudara sesama Islam. Menolong saudara muslim yang sakit; menghormati orang tua yang Islam; dan memberi hadiah kepada saudara yang muslim tentu sangat dianjurkan.
Dan saya juga menyimpulkan ada beberapa hal positif dan negatif.
Dampak Positif:
a.       Sebagai keragaman budaya di tengah kehidupan sosial masyarakat Indonesia
b.      Melatih kita agar bisa saling menghormati
c.       kita bisa mengambil hikmah atau mencontoh kebiasaan baik yang sering   dilakukan oleh suatu suku, agama atau ras
d.      melatih untuk menghargai perbedaan dan rasa toleransi
e.       memotivasi anak bangsa untuk tetap bersatu walau berada di tengah   perbedaan
f.       kita bisa memperoleh ilmu pegetahuan lebih banyak karena pergaulan kita   yang beragam
g.      keragaman suku, ras dan agama membuka mata kita sebagai makhluk sosial   bahwa kita tidak hidup sendiri, melainkan membutuhkan bantuan orang lain
h.      membuktikan kepada dunia bahwa indonesia merupakan negara yang kaya dan beragam
Dampak Negatif:
1.      Bagi beberapa kalangan, perbedaan menimbulkan perpecahan
2.  timbulnya kekerasan akibat kurangnya rasa tolernsi dan kurangnya   menghargai  perbedaan.
3.      timbul persaingan, saling berlomba lomba untuk membuktikan agama, suku   atau  ras mana yang paling baik.
4.      munculnya rasisme, atau membeda-bedakan antar golongan
5.      Munculnya egoisme, karena setiap suku, agama, maupun ras memiliki   kepentingan yang berbeda
6.   munculnya perpecahan antar suku, ras atau agama karena perbedaan budaya   atau ajaran masing-masing
7.      timbulnya individualisme karena suatu suku, agama atau ras yang tidak mau  membaur dengan suku, agama atau ras lainnya.
E.     Fitri Nur Islamiyah
Dari hasil observasi penelitian tentang hubungan islam dan agama lain baik social maupun negara, saya menyimpulkan bahwa hubungan islam dengan agama lain terjalin sangat akrab karena islam mengajarkan untuk bersikap toleransi, santun, saling menghormati, saling menerima perbedaan, bekerja sama antar agama dalam hal duniawi saja misalkan seperti yang dicontohkan oleh Romo Kyai sendiri yaitu seminar kebangsaan yang bertujuan untuk perdamaian antar agama dan juga mencegah terjadinya konflik atau pertentangan antar umat beragama. Tidak cukup diadakannya seminar saja tetapi juga harus ada kerja sama yang baik antar agama dan juga mempererat hubungan social maupun Negara dengan mereka.
Hubungan islam dengan agama lain seperti yang saya teliti yaitu dengan Kristen terkesan sangat baik sekali, saya mengagumi mereka karena mereka sangat menghargai, santun, menghormati, dan juga saling mengasihi antar mereka. Pada waktu saya bertanya kepada salah satu jamaah disana mereka mempunyai prinsip yakni jangan bilang orang Kristen kalau ia tidak bisa menghargai atau mengasihi antar sesama. Itu merupakan sesuatu yang sangat bermotivasi bagi saya pribadi, karena saya bisa mengambil pelajaran dari mereka, mereka sangat menghargai, santun, dan juga menghormati antar sesama.
Kemudian bapak Pendeta Brahm Kharismtius juga menyebutkan dalam sebuah buku yang berjudul Dale Cannon bahwa orang beribadah itu bermacam-macam kadang kala ia selalu mendekatkan diri kepada Tuhannya, ada juga yang ia tidak beribadah tetapi ia selalu  berbuat baik kepada manusia.
Beliau juga mengatakan bahwa Kristen yang diyakini mereka adalah sama seperti NU contohnya dalam keyakinan mereka, mereka dalam menyebarkan agama sama sekali tidak bertentangan dengan budaya. Budaya menjadi salah satu ciri khas mereka dalam beribadah contohnya seperti yang saya kunjungi Pada Hari Ibu ketika mereka beribadah mereka memakai kebaya dan juga pada waktu Natal seorang pembawa acara juga memakai kopyah dan itu merupakan tradisi dalam bangsa kita.
Kemudian ketika saya bertanya kepada Bapak Dr. H. Syaifullah, M. Hi selaku ketua FKUB bagaimana hubungan islam dengan agama lain beliau menjawab hubungan islam dengan agama lain sangat baik, sopan, menghargai, dan juga menerima perbedaan. Karena perbedaan merupakan sunnah tullah. Saya bisa menyimpulkan bahwa hubungan islam dengan agama lain telah di ajarkan oleh rasulullah sebagaimana seorang pengemis buta yahudi yang selalu menghina rasulullah tetapi rasulullah tetap memberikan kasih sayangnya kepada seorang pengemis buta itu.
Kemudian saya bertanya kepada beliau bagaimana hubungan islam radikal dengan agama lain apakah ada kerja sama, beliau menjawab islam radikal hanya berpedoman pada sebagian ayat al-Qur’an saja bahwa nabi itu lemah lembut kepada seorang muslim dan keras kepada non muslim mereka hanya memiliki pandangan textualnya saja. Tetapi kenyataannya tidak sama sekali kita telah diajarkan oleh rasulullah untuk saling menghormati, menghargai kepada siapapun tidak memihak dari golongan agama, ras, budaya dan sebagainya sebagaimana isi perjanjian dalam Piagam Madinah.
Dalam menyikapi aliran-aliran di Indonesia seperti HTI mereka hanya kurang ilmunya, mereka memiliki keterbatasan ilmu karena mereka hanya memahami dasar-dasar agama saja tidak sampai mendalami ilmu agama untuk menyadarkan kepada mereka memang cukup sulit karena mereka mempunyai sifat keras kepala dan juga membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menyadarkan kepada mereka.
Dalam kehidupan social hubungan islam dengan agama lain juga sangat baik sekali seperti kerja sama dalam membantu bencana alam, merayakan Natal untuk menghormati orang Kristen seperti yang telah dicontohkan oleh Agus Yusuf Wijaya ia menghadiri sebuah Perayaan Natal yang bertujuan membangun perdamaian antar agama dan juga mencegah terjadinya konflik antar agama. Kemudian dibutuhkan juga dialog antar umat beragama yang bertujuan membangun komunikasi antar agama.
Dalam lingkungan social orang islam, Bapak Pendeta Brahm Kharismtius juga sangat menghormati dengan adanya kerja bakti yang dilakukan di sebuah desanya ia juga turut serta membantu kalau misalkan beliau tidak bisa membantu karena suatu keperluan beliau membantu dengan penyediaan makanan dan juga minuman. Itu merupakan sebuah kerja sama yang baik dalam kehidupan social .
Dalam hubungan Negara kita harus kembalikan semuanya kepada Pancasila yang sangat menjunjung tinggi pilar-pilar Negara contohnya UUD, NKRI, BTI. Dan juga antar umat beragama harus membela bangsa tercinta ini. Pancasila dan NKRI merupakan satu kesatuan untuk menyatukan kita baik dalam agama, ras, budaya, bahasa dan lain sebagainya. Seperti dawuhnya Romo Kyai Pancasila merupakan Harga Mati yang tidak boleh diperjual belikan atau diduitkan. Bangsa kita tidak akan utuh apabila tidak adanya NKRI. Maka diperlukan kesatuan yang bisa menyatukan bangsa kita, dibutuhkan toleransi antar sesama dan juga saling menghormati perbedaan karena perbedaan itu merupakan sebuah rahmat yang diberikan Allah. Islam sangat menjunjung tinggi nilai Universal yakni menyeluruh, kesatuan, perdamaian. Islam telah mengajarkan kita bagaimana cara yang baik, santun untuk menghormati non muslim.
F.      Mutana’imah
Perbedaan itu nikmat tuhan yg harus kita terima karena perbedaan teläh membawa ni’mah dän barokäh bagi kita semua yg mampu berfikir akan perbedä’an itu sendiri, seperti menjaga dan menänggäpi perbedaan berbagäi macam agama dan budäya yg brada di tengah-tengah negri kita.
Dan disini membähas tentang hūbungan islam dengän agama lain.  islam dari sejäk dulu hingga kini teläh bîasa hidup di tengäh kebhiñékä’än /plurälitas ägäma dan menerimanya sébagäi perbedaan yg harus di jaga kerukunannya.
 Islam menghormäti dän mélindungi sesama(non muslim) , islam mélindungi tempat-tempät ibadah làin, islam melàräng mencaci mäki agämä selaīn islam, perintäh untuk sälīng méngénal, perintah hidup rukun dan mengasiĥi antär sesämä, Islam nusantara itu santun pola intelektual selalu mengedepankankeilmuan ,rasional bkn emosional Dan disitu digaris bawahi kata keilmuan jadi kita harus mengedepankan sikap rasional kita untuk menghargai apapun itu perbedaannya jadi  kita merängkúl bukan memukúl, mengäjak bukan méngejék, membina bukan menghina.
 Kita hidup di Indonesia itu berdasarkan Pancasila yaitu "Ketuhanan yang maha esa" bukan "Keagamaan yang satu". Juga berdasarkan Trisila yang "Nasional Sosialis" bukan "Negara lain sosialis". Serta berdasarkan Ekasila dimana berprinsip "Gotong Royong" bukan "Saling menjatuhkan".
G.    Amiroh Mubailah
Observasi kemarin tentang hubungan islam dengan agama lain memiliki kesimpulan bahwa setiap orang berhak memilih jalan hidup masing-masing. Tidak terkecuali dengan agama. Entah itu islam ataupun yang lainnya. Dan setiap orangpun berhak untuk mendapat hak serta perlindungan dalam beragama. Karena negara kita adalah negara demokrasi. Yang berasaskan pancasila.
Menurut pendapat saya, tentang adanya setiap perbedaan, pertentangan, serta adu argumen dalam setiap agama adalah wajar. Karena setiap adanya perbedaan pasti berbeda pula pandangan. Karena kita hidup di negara yang pada dasarnya sangat menjunjung perbedaan. Lalu apa yang menjadi masalah kalau memang ada perbedaan. Negaranya saja terlahir dari sebuah perbedaan. Tapi kembali lagi, perbedaan yang ada di negara ini di persatukan dalam sebuah hubungan, dalam sebuah kejadian luar biasa yang tercatat dalam sejarah, yang diperjuangkan secara mati-matian oleh para tokoh sehingga menjadikan sebuah perbedaan yang awalnya menjadi masalah kemudian disulap menjadi sebuah berkah. Dalam sebuah nama yang berlebel NKRI. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai wadah utama dari setiap perbedaan yang ada.
Observasi yang kami lakukan adalah melalui salah satu narasumber yang berkediaman di pandaan, beberapa meter dari masjid cheng ho pandaan tepatnya. Beliau bernama Pendeta Bram. Seorang pendeta kristen yang menanungi Gereja Kristen Jawi Wetan. Kami mencoba mewawancarai beliau dengan sebisa kami, dengan beberapa ilmu kami yang tidak seberapa. Di dalam wawancara tersebut kami bertanya banyak hal. Salah satunya adalah bagaimana pandangan kaum muslim dengan adanya setiap kegiatan jemaat dari gereja yang berkediaman di daerah penduduk muslim. Beliau menerangkan dengan sangat rinci dan mengesankan. Mengesankan disini saya artikan bahwa dari setiap cerita yang beliau utarakan tak ada sebersitpun di matanya menyiratkan ketidaksukaan, selalu saja disetiap cerita dibarengi dengan senyuman ramah.
Beliau menerangkan bahwa tidak semua orang berpemikiran luwas dan luwes. Karena memang karakter orang berbeda-beda. Beliau sangat faham dengan hal ini. Beliau mengutarakan bahwa ada sebagian orang memang yang memandang kegiatan jemaat gereja kristen jawi wetan yang dipengku olehnya ini meresahkan, mengganggu kenyamanan hidup bermasyarakat. Sekali lagi beliau bercerita dengan tersenyum. Tetapi beliau menambahkan sebagian besar hampir tujuh puluh persen dari penduduk muslim didaerah gereja kristen jawi wetan tersebut yang welcome dan menerima setiap kegiatan dengan toleransi yang tinggi. Pak Bram ini, sapaan ramah kami, juga menerangkan bahwa disetiap kegiatan yang dilakukan gereja selalu minta persetujuan dari pak kepala desa dan aparat pemerintah yang ada. Karena menurut Pak Bram, kerukunan dan keamanan adahal hal yang diutamakan.
Contohnya, sering kali daerahnya mengadakan kerja bakti bersama. Biasanya kerja bakti ini dilakukan pada hari minggu. Kebetulan hari minggu selalu ada kegiatan di area gereja. Untuk mengatasi hal yang tidak diinginkan karena ketidakterlibatan Pak Bram beserta para jemaat dalam kerja bakti tersebut, Pak Bram mengusulkan bahwa jika tidak bisa memberikan kontribusi jasa maka mereka akan mengeluarkan konsumsi bagi para warga yang kerja bakti sebagai ganti. Disini sangat terlihat hubungan erat dalam hal sosial antar umat beragama.
Narasumber kami yang kedua adalah bapak rektorat Universitas Yudharta pasuruan. Bapak Saifullah, selaku ketua Forum Kerukunan Umat Beragama. Sebagai ketua, tentunya Pak Pul, sapaan kami kepada beliau, menerangkan bahwa memang sangat dibutuhkan adanya kerukunan. Karena kerukunan adalah prioritas utama dalam kehidupan bernegara. Kami sangat tertarik dengan adanya konsep yang diberikan oleh Pak Pul, yakni agama kristen adalah saudara tua bagi kita. Karena kitab yang mereka gunakan turun sebelum kitab yang kita gunakan yakni Al-Qur’an.
Saya sangat antusias mengikuti berbagai rangkaian untuk mendapatkan data-data ini. Dari mulai mengikuti acara natalan, sowan ke ndalemnya Pendeta Bram, serta sowan ke ndalemnya Pak Pul. Dari observasi ini saya mendapat banyak sekali ilmu, terutama ilmu untuk berkehidupan bermasyarakat. Satu yang dapat saya simpulkan adalah. Perbedaan itu indah bagai pelangi. Semakin berwarna semakin menarik mata untuk melihatnya. Tapi perbedaan itu tak ada artinya jika tanpa persatuan. Seperti pelangi pula, mereka berbeda, mereka bersatu, dan mereka terlihat indah.


BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pluralisme agama telah menjadi salah satu pembicaraan kontemporer khususnya di Indonesia. Pembicaraan ini sebenarnya ingin menjembatani hubungan antaragama yang seringkali terjadi disharmonis dengan mengatas namakan agama, diantaranya kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antarumat beragama. Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Pluralisme agama menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan.
Indonesia merupakan salah satu negara multi etnis, ras, suku, bahasa, budaya dan agama. Agama-agama dan berbagai aliran tumbuh subur oleh karena itu pemahaman tentang pluralisme agama dalam suatu masyarakat yang demikian majemuk sanagat dubuhkan demi untuk terciptanya stabilitas ketertiban dan kenyamanan umat dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing serta untuk mewujudkan kerukunan antar umat sekaligus menghindari terjadinya konflik sosial yang bernuansa syara’.
B.     Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan penelitian ini masih belum sempurna dan untuk menjadi sempurna kami membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan laporan penelitian ini.

C.    Lampiran
                                              


DAFTAR PUSTAKA
Darmaputera, Eka. 1994. Agama sebagai kekuatan Moral bagi Proses Demokratisasi, dalam Agama dan demokrasi.Jakarta: P3M.
Darus sunah, al kamil. 2010. al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta Timur: CV Darus sunah.
H. Djalaludin. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Herdiawanto, Heri. 2010. Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwarganegara. Jakarta: Erlangga.
Hidayat, Komaruddin. 1998. Melintasi Batas Agama. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hidayat, Komaruddin. 2008. Pendidikan Kewargaan. Jakarta: ICCE UIN.
Hidayatullah, Syarif. 2008. pendidikan kewargaan Demokrasi HAM & Masyakarat Madani. Jakarata : IAIN.
Ibrahim, Hasan. 1989.  Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta : Kota Kembang.
Mukti, Ali. 1992. Ilmu Perbandingan agama di Indonesia dan Belanda. Jakarta : INIS.
Rosyada, Dede. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan  masyarakat  madani. Jakarta: IAN.
Santri Pondok Pesantren Ngalah. Jawabul  Masail. 2012. Pasuruan: Yayasan Darut Taqwa.
Shihab, Quraish. 1994. Membumikan AL-Qur'an:Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.  Bandung: Mizan.
Wahid , Abdurrahman. 1998.  “Dialog Agama dan Masalah Pendangkalan Agama”. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


[1] Santri Pondok Pesantren Ngalah, Jawabul Masail, (Pasuruan: Yayasan Darut Taqwa, 2012),  hlm. 13
[2] Djalaludin H., Psikologi Agama, (jakarta: PT Grafindo Persada, 2004), hlm. 15
[3] Heri herdiawanto dan Jumanta Hamdayama, Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwarganegara, (Jakarta: Erlangga, 2010), hlm.168
[4] Abdurrahman Wahid, “Dialog Agama dan Masalah Pendangkalan Agama”,  (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998), hlm. 52.
[5] Quraish Shihab, Membumikan AL-Qur'an:Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hlm.357.
[6] Al-Qur’an al-kaml, surah ke 30 ar-Rum ayat 30-31
[7] Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, diterjemahkan oleh Djah dan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, hlm.6.
[8] Komaruddin Hidayat dan Ahmad, Melintasi Batas Agama, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm.109.
[9] Al-Qur’an Kamil, surah ke-2  al-Baqarah ayat 47
[10] Ibid, hlm.69-71
[11] Ibid, hlm.75.
[12] Al-Qur’an Kamil, Surah ke-3 Ali Imran ayat 199
[13] Ibid, hlm. 75-76.
[14] al-Qur’an Kamil, Surah ke-2 al-Baqarah ayat 62
[15] Komaruddin Hidayat dan Ahmad, Melintasi Batas Agama, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm. 111.
[16] al-Qur’anul Kamil, Surah ke-4 al-Maidah ayat 3
[17] A. Mukti Ali, “Ilmu Perbandingan Agama, Dialog, Dakwah dan Misi”, dalam Burhanuddin Daja dan Herman Leonard Beck (red.), Ilmu Perbandingan agama di Indonesia dan Belanda, (Jakarta : INIS, 1992), hlm.230.
[18]  Eka Darmaputera, Agama sebagai kekuatan Moral bagi Proses Demokratisasi, dalam Agama dan demokrasi, (Jakarta: P3M, 1994, hlm. 58-59)
[19] Dede Rosyada, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan  masyarakat  madani, (Jakarta:
   IAN Jakarta Press, 2000) hlm.124-129.
[20] PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, pendidikan kewargaan Demokrasi HAM & Masyakarat Madani, (Jakarata, IAIN Jakarta, 2008), hlm.121.
[21] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (ICCE UIN Syarif Hidayatulla: Jakarta, Edisi ke-3, 2008) hal. 94
[22] Prof.Dr. Komaruddin Hidayat dan Prof.Dr. Azyumardi Azra, MA, Pendidikan Kewargaan, (Jakarta: ICCE UIN, 2008), hlm 101.