MAKALAH
“PESANTREN SEBAGAI
SALAH SATU PILAR BANGSA DAN NEGARA”
(Makalah ini disusun sebagai pengganti Ujian Akhir Semester
mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kwarganegaraan)
Dosen Pembimbing :
Wiwin Fachrudin Yusuf, S.Ag., MA
Disusun
Oleh :
Fitri
Nur Islamiyah (201686010028)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
YUDHARTA PASURUAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan
rahmat taufik serta hidayah-Nya sehingga terwujud makalah yang bertemakan “Bela
Negara dalam Perspektif Islam” yang berjudul (Pesantren Sebagai Salah Satu
Pilar Bangsa dan Negara). Kami
juga berterima kasih kepada Bapak Wiwin Fachrudin Yusuf, S.Ag., MA selaku Dosen pembimbing kami.
Kami berharap makalah ini dapat
berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih mendalam. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
serta banyak kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal segi
lainnya. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu harapan
besar jika adanya kritik, saran dan juga usulan yang membangun demi sempurnanya
makalah yang telah di buat di masa yang akan datang karena tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa adanya kritik dan juga saran yang membangun.
Makalah ini disusun sebagai penganti
Ujian Akhir Semester mata kuliah Pendidikan Pancasila
dan Kwarganegaraan. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
selalu memberikan petunjuk kepada kita dalam pembuatan generasi yang
berakhlakul karimah, cinta bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Amiin.
Sengonagung, 19 Januari 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pesantren
merupakan salah satu pilar bangsa dan negara yang merupakan pusat pendidikan
islam. Yang memiliki peran yang sangat penting dalam bangsa Indonesia ini. Pendidikan
Pesantren Islam, dalam pertumbuhan spiritual dan moral akan mampu menolong
individu menguatkan iman, akidah, dan pengenalan terhadap Allah SWT, melalui
hukum, moral dan ajaran agama, dengan demikian peserta didik dalam melaksnakan
tuntunan iman kepada Allah SWT dan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran
agama dan nilainya dalam kehidupan pada tingkah lakunya, dan hubungannya dengan
Allah SWT dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, akan mempertegas
pentingnya pendidikan akhlak dan spiritualitas dalam menyongsong globalisasi.
Peran
pesantren dalam pendidikan bangsa merupakan pilar utama pembangunan bangsa.
Karena pendidikan sangatlah penting untuk menuju bangsa yang kuat, damai dan
juga mampu menumbuhkan sikap toleransi. Karena
itu adalah suatu keniscayaan bila pemerintah dan masyarakat memprioritaskan
pembangunan bidang pendidikan secara menyeluruh.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Mengapa Pesantren Sebagai Pilar Bangsa dan Negara ?
b.
Apa saja Pendidikan Karakter di
Pondok Pesantren ?
c.
Mengapa Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam yang Bermutu ?
d.
Kemandirian apa saja yang ada di Pesantren ?
e. Apa
saja Pendidikan Karakter Nasional Bangsa dan Negara?
C.
Tujuan
Penulisan
a. Untuk mengetahui
dan mengidentifikasi apa saja peran Pesantren dalam membela bangsa Indonesia
b. Untuk
mengetahui pendidikan yang berada di Pondok Pesantren sebagai bela Negara
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pesantren
Sebagai Pilar Bangsa dan Negara
Pesantren
merupakan sebuah kehidupan yang unik, dan dari sisi lokasinya, dapat dikatakan
bahwa pesantren adalah sebuah kompleksitas lokasi yang umumnya terpisah dari
kehidupan sekitarnya. Ini bisa kita buktikan bahwa bangunan pesantren berdiri
dalam lokasi yang tertutup.[1]
Seperti
yang telah dijelaskan oleh Abdurrahman
Wahid, yang sekaligus menjadi pembuka dalam
wacana buku ini, bahwa pondok pesantren dalam bacaan teknis merupakan suatu
tempat yang dihuni oleh para santri. Sistem pendidikan yang digunakan lebih
kurang mirip dengan sistem yang digunakan oleh sebuah akademi militer, di mana
yang terjadi adalah integralisasi antara lingkungan dan substansi pendidikan yang
diajarkan.[2]
Pesantren
adalah pusat (centre) pendidikan agama Islam dengan pengajian
kitab-kitab klasik sebagai materi belajarnya. Pengasuhnya adalah seorang kiai
sebagai figur sentral, atau dewan guru di bawah kiai dengan ukuran keahliannya
menguasai bidang materi tertentu. Dalam hal kajian, materi yang bercorak klasik
adalah yang paling menentukan karakter pesantren. Kajian tersebut meliputi
kitab-kitab klasik atau kitab kuning warisan pemikir terdahulu. Kitab tersebut
berfungsi sebagai dokumentasi perpustakaan khasanah ke-Islaman.[3]
Pesantren sebagai salah satu "warisan" lembaga pendidikan Islam tertua dan asli Indonesia
(indigenous) memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan
bangsa. Sudah sejak awal berdirinya, pesantren selalu terlibat dalam persoalanpersoalan
kebangsaan. Melalui kepemimpinan para ulama/kyai yang memiliki kekuatan
spiritual, iman yang teguh, keikhlasan berjuang, dan ketangguhan moral,
pesantren-pesantren yang tersebar di pedesaan-pedesaan telah berperan besar
dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia dari upaya pemecah-belahan penjajah.
Peran dan posisi seperti itu akan terus berjalan dan dilakukan oleh para ulama
sebagai perwujudan kecintaan pada tanah air, kesadaran akan perlunya kedamaian
dan perdamaian, kesetaraan nilai-nilai kemanusiaan, dan komitmen pada keutuhan
negara Indonesia sebagai bangsa yang besar, luas, dan bermartabat.
Pertemuan pimpinan Pondok Pesantren ini kami nilai sangat
penting bila dikaitkan dengan kondisi kebangsaan kita saat ini. Perkembangan
demokrasi, penegakan hak-hak asasi manusia, dan kemajuan di bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan patut kita lihat sebagai sebuah proses
menuju perbaikan. Namun, kemajuan itu tidak boleh melenakan kita bahwa hingga
hari ini Indonesia masih dililit oleh persoalan-persoalan krusial yang tak
kunjung menemukan titik penyelesaian. Merosotnya nilai-nilai moral, mulai
kendornya semangat persatuan dan kesatuan bangsa, serta menguatnya
kecenderungan sebagian kelompok masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan
"jalan pintas" adalah beberapa indikator merosotnya nilai-nilai
kebangsaan yang dulu kita banggakan. Sungguh memprihatinkan bahwa merosotnya
nilai-nilai kebangsaan itu dengan cepat menjangkiti berbagai lapisan
masyarakat. Kondisi tersebut bila tidak segera dicarikan solusinya, pasti akan
mengarah pada timbulnya disintegrasi bangsa dan runtuhnya sendi-sendi bangsa.
Pada tataran. inilah peran pesantren dan para kyai/ulama sangat diharapkan
karena pesantren diakui sebagai "penjaga moral" dan garda terdepan untuk
memperkuat sendi-sendi kebangsaan.
Di Indonesia pendidikan agama Islam merupakan sub sistem
dari pendidikan nasional, untuk itu tujuan yang akan dicapai sebenarnya
merupakan pencapaian dari salah satu atau beberapa aspek dari tujuan pendidikan
nasional.
Pendidikan Islam diakui keberadaannya dalam system
pendidikan nasional, yang dibagi kepada tiga hal. Pertama pendidikan Islam
sebagai lembaga, kedua pendidikan islam sebagai mata pelajaran, dan ketiga
pendidikan Islam sebagai nilai (value).[4]
Pembinaan pendidikan agama secara formal institusional
dipercayakan kepada departemen agama dan departemen pendidikan dan kebudayaan.
Kemudian dua departemen ini mengeluarkan peraturan-peraturan bersama. Pada
bulan Desember 1946 adalah pertama kali adanya dualisme pendidikan di
Indonesia. Selanjutnya Pendidikan Agama ini di atur secara khusus dalam UU
Nomor 4 tahun 1950 pada Bab XII pasal 20, yaitu:
1.
Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid
menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2.
Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam
peraturan yang ditetapkan oleh menteri pendidikan pengajaran dan kebudayaan,
bersama-sama dengan menteri agama.[5]
Sejalan dengan Undang-Undang pendidikan tahun 1989, madrasah
juga harus menerapkan kurikulum nasional 1994 yang ditetapkan oleh departemen
Pendidikan dan kebudayaan.[6]
Peraturan Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama Nomor:
1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20
januari 1951 (Agama), diatur tentang peraturan Pendidikan Agama di
sekolah-sekolah.[7]
Madrasah di Indonesia adalah merupakan perpaduan antara
pesantren dan sekolah. Ada unsur madrasah yang diambil dari pesantren dan ada
pula dari sekolah.[8]
Salah satu hal penting dan perlu disimak dalam sejarah
perkembangan penyelenggaraan sekolah-sekolah agama ialah lahirnya Keppres No.
34 tahun 1974 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan serta
Inpres no. 15 tahun 1974 tentang pelaksanaan Keppres No. 34 tahun 1974.
Didalamnya dinyatakan antara lain sebagai berikut:
a.
Pembinaan pendidikan Umum adalah Tanggung jawab menteri P & K sedang
pendidikan agama menjadi tanggung jawab Menteri Agama
b.
Untuk melaksanakan Keppres No. 34 dan Inpres No. 15 tahun 1974 dengan
sebaik-baiknya perlu ada kerjasama antara Departemen P & K, Departemen
Dalam Negeri dan Departemen Agama.[9]
Adapun tujuan pendidikan agama Islam secara garis besar pada
dasarnya adalah untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, dengan
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.[10]
Tujuan
nasional bangsa Indonesia adalah seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD
1945, yang berbunyi sebagai berikut:
“Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social.[11]
Sedangkan tujuan pendidikan nasional sebagian yang tercantum
dalam UU No.II/ 1989, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan YME dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, sehat jasmani
dan rohani, berkepribadan mantap serta bertanggng jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Karena dengan tercapainya tujuan tersebut akan menunjang pencapaian
tujuan pendidikan nasional secara keseluruhan..[12]
Visi dari pendidikan Islam tentunya sejalan dengan visi
pendidikan nasional, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang bertaqwa dan
produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang berbhineka.[13]
Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan dari visi tersebut adalah
mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia Indonesia, yaitu
manusia yang saleh dan produktif. Karena dengan misi tersebut pendidikan Islam
menjadi pendidikan alternatife. Disebut pendidikan Islam karena mempunyai tiga
ciri-ciri khas sebagai berikut:
1)
Suatu system pendidikan yang didirikan karena didorong oleh hasrat untuk
mengejawantahkan nilai-nilai Islam.
2)
Suatu system yang mengajarkan ajaran Ialam.
3)
Suatu system pendidikan Islsm yang meliputi kedua hal tersebut.[14]
Tetapi keberadaan pendidikan Islam tidak sekedar menyangkut
persoalan cirri khas, melainkan lebih mendasar lagi yaitu tujuan yang diidamkan
dan diyakini sebagai yang paling ideal. Tujuan itu sekaligus mempertegas bahwa
misi dan tanggung jawab yang diemban pendidikan Islam lebih berat lagi.
Ketiganya itu selama ini tumbuh dan berkebang di Indonesia dan sudah menuju bagian
yang tak terpisahkan dari kebijakan pendidikan nasional. Bahkan tidaklah
berlebihan jika dikatakan bahwa kehadiran dan keberadaannya merupakan bagian
dari andil umat Islam dalam perjuangan maupun mengisi kemerdekaan.
Di Indonesia pendidikan Islam ini tampil dalam berbagai
macam wujud yaitu pendidikan agama Islam ( PAI ) yang merupakan substansi dari
system pendidikan agama dalam kurikulum nasional, pendidikan di madrasah yang
merupakan sub system dari system pendidikan foemal, pendidikan pesantren yang merupakan
sub system dalam pendidikan non formal.
Sebagai subsistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan khusus
yang harus dicapai, dan tercapainya tujuan tersebut akan menunjang pencapaian
tujuan pendidikan nasional secara keseluruhan yang menjadi suprasistemnya.[15]
Visi pendidikan Islam tentunya sejalan dengan visi pendidikan nasional. Visi
pendidikan nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia yang takwa dan
produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang bhinneka.
Sedangkan misi pendidikan Islam sebagai perwujudan visi
tersebut adalah mewujudkan nilai-nilai keislaman di dalam pembentukan manusia
Indonesia. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia yang saleh dan
produktif. Hal ini sejalan dengan trend kehidupan abad 21, agama dan intelek
akan saling bertemu.[16]
B. Pendidikan Karakter di Pondok
Pesantren
Pesantren
sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia,
mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan
karakter bagi anak didiknya (santri).
Hal itu dikarenakan :
a. Adanya
Jiwa dan Falsafah.
Pesantren mempunyai jiwa dan
falsafah yang ditanamkan kepada anak didiknya. Jiwa dan falsafah inilah yang
akan menjamin kelangsungan sebuah lembaga pendidikan bahkan Menjadi motor
penggeraknya menuju kemajuan di masa depan.
Ada Panca Jiwa yang terdiri dari :
1.
Keikhlasan
2.
Kesederhanaan
3.
Kemandirian
4.
Ukhuwah Islamiyah dan
5.
Kebebasan dalam menentukan lapangan
perjuangan dan kehidupan
Panca jiwa ini menjadi landasan
ideal bagi semua gerak langkah pesantren.
Pesantren juga mempunyai falsafah yang menjadi mutiara hikmah bagi seluruh penghuni pesantren.
Pesantren juga mempunyai falsafah yang menjadi mutiara hikmah bagi seluruh penghuni pesantren.
Diantaranya ada Falsaafah
kelembagaan, seperti :
1.
Pondok adalah lapangan perjuangan, bukan
lapangan penghidupan.
2.
Hidupilah Pondok, dan jangan
menggantungkan hidup kepada Pondok.
3.
Pondok adalah tempat ibadah dan thalabul
‘ilmi.
4.
Pondok berdiri di atas dan untuk semua
golongan.
Berikutnya adalah falsafah
pendidikan, seperti :
1.
Apa yang dilihat, didengar, dirasakan,
dan dikerjakan oleh santri sehari-hari adalah pendidikan
2.
Hidup sekali, hiduplah yang berarti.
3.
Berani hidup tak takut mati, takut mati,
jangan hidup, takut hidup mati saja.
4.
Berjasalah, tetapi jangan minta jasa.
5.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi sesamanya.
6.
Hanya orang penting yang tahu
kepentingan, dan hanya pejuang yang tahu arti perjuangan.
Sedang diantara falsafah
pembelajarannya adalah :
1.
Metode lebih penting daripada materi,
guru lebih penting daripada metode, jiwa guru lebih penting daripada guru itu
sendiri.
2.
Pondok memberikan kail, tidak memberi
ikan.
3.
Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk
ujian.
4.
Ilmu bukan untuk ilmu, tetapi ilmu untuk
amal dan ibadah.
b. Terwujudnya
Integralitas dalam Jiwa, Nilai,v
Sistem dan Standar Operasional Pelaksanaan.
Terciptanya
integralitas yang solid pada jajaran para pendidik hingga anak didik, terhadap
pemahaman jiwa, nilai, visi, misi dan orientasi, sistem hingga standar operasional
pelaksanaan yang sama.
Transformasi
nilai-nilai pendidikan pesantren yang berlangsung sepanjang tahun, melalui
berbagai sarana (lisan, tulisan perbuatan dan kenyataan), telah mampu memadukan
seluruh komponen pesantren dalam satu barisan. Sehingga tidak terjadi
tarik-menarik kepentingan dan orientasi antara satu pihak dengan lainnya.
Semuanya melandasi gerak langkahnya dengan bahasa keikhlasan, kesederhanaan,
kesungguhan, perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah.
Semua mempunyai
pengertian dan keterpanggilan akan tanggungjawab untuk merealisasikan visi dan
misi pendidikan pesantrennya. Semua mempunyai keterikatan pada sistem hingga
kultur yang sudah terbentuk di pesantren. Karena mereka semua mempunyai
kesadaran, keterpanggilan dan loyalitas baik kepada nilai, sistem maupun
pemimpin. Soliditas ini menumbuhkan kekuatan yang dahsyat dalam proses
pendidikan karakter di pesantren.
Terciptanya Tri
Pusat Pendidikan yang Terpadu. Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari tiga
faktor yang saling menopang dan mendukung, yaitu pendidikan sekolah, pendidikan
keluarga dan pendidikan masyarakat, yang semua itu harus mendapat dukungan dari
Pemerintah. Bila di luar lingkungan pendidikan pesantren hal ini sulit
direalisasikan secara ideal dan optimal, alhamdulillah di pesantren, ketiga
faktor pendidikan ini dapat dipadukan.
Para santri
hidup bersama dalam asrama yang padat kegiatan dan berdisiplin, dibawah bimbingan
para guru dan pengasuh. Integralitas Tri
Pusat Pendidikan membantu terwujudnya integralitas kurikulum antara intra, co
dan ekstra kurikuler yang saling menguatkan. Juga mewujudkan Integralitas ilmu
pengatahuan, antara ilmu agama dan pengetahuan umum yang tidak terdikotomikan,
serta menciptakan integralitas antara ilmu dan amal dalam kehidupan.
Totalitas Pendidikan. Pesantren
menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan
lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh
apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh santri adalah
pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode pendidikan utama,
penciptaan miliu juga sangat penting.
Lingkungan
pendidikan itulah yang ikut mendidik. Penciptaan lingkungan dilakukan melalui
1.
Penugasan
2.
Pembiasaan
3.
Pelatihan
4.
Pengajaran
5.
Pengarahan
6.
Keteladanan
Semuanya
mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam pembentukan karakter anak didik.
Pemberian tugas tersebut disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya,
sehingga anak didik akan mengerjakan berbagai macam tugas dengan kesadaran dan
keterpanggilan.
Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan.
Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan.
Dalam kegiatan
olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerja
sama (team work) dan kegigihan untuk berusaha.
Pengaturan kegiatan dalam pendidikan Pesantren ditangani oleh Organisasi Pelajar yang terbagi dalam banyak bagian, sepertti bagian Ketua, Sekretaris, Bendahara, Keamanan, Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Kantin Pelajar, Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian, Ketrampilan, Olahraga, Penggerak Bahasa, dll.
Kegiatan Kepramukaan juga ditangani oleh Koordinator Gerakan Pramuka dengan beberapa andalan; Ketua Koordinator Kepramukaan, Andalan koordinator urusan kesekretariatan, Andalan koordinator urusan keuangan, Andalan koordinator urusan latihan, Andalan koordinator urusan perpustakaan, Andalan koordinator urusan perlengkapan, Andalan koordinator urusan kedai pramuka, dan Pembina gugusdepan.
Pengaturan kegiatan dalam pendidikan Pesantren ditangani oleh Organisasi Pelajar yang terbagi dalam banyak bagian, sepertti bagian Ketua, Sekretaris, Bendahara, Keamanan, Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Kantin Pelajar, Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian, Ketrampilan, Olahraga, Penggerak Bahasa, dll.
Kegiatan Kepramukaan juga ditangani oleh Koordinator Gerakan Pramuka dengan beberapa andalan; Ketua Koordinator Kepramukaan, Andalan koordinator urusan kesekretariatan, Andalan koordinator urusan keuangan, Andalan koordinator urusan latihan, Andalan koordinator urusan perpustakaan, Andalan koordinator urusan perlengkapan, Andalan koordinator urusan kedai pramuka, dan Pembina gugusdepan.
Pendidikan
organisasi ini sekaligus untuk kaderisasi kepemimpinan melalui pendidikan self
government. Sementara itu pada level asrama ada organisasi sendiri, terdiri
dari ketua asrama, bagian keamanan, penggerak bahasa, kesehatan, bendahara dan
ketua kamar. Setiap club olah raga dan kesenian juga mempunyai struktur
organisasi sendiri, sebagaimana konsulat (kelompok wilayah asal santri) juga
dibentuk struktur keorganisasian. Seluruh kegiatan yang ditangani organisasi
pelajar ini dikawal dan dibimbing oleh para senior mereka yang terdiri dari
para guru staf pembantu pengasuhan santri, dengan dukungan guru-guru senior
yang menjadi pembimbing masing-masing kegiatan. Secara langsung kegiatan
pengasuhan santri ini diasuh oleh Bapak Pimpinan Pondok yang sekaligus sebagai
Pengasuh Pondok.
Pengawalan
secara rapat, berjenjang dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh para santri
senior dan guru, dengan menjalankan tugas pengawalan dan pembinaan, sebenarnya
mereka juga sedang melalui sebuah proses pendidikan kepemimpinan, karena semua
santri, terutama santri senior dan guru adalah kader yang sedang menempuh
pendidikan. Pimpinan Pondok membina mereka melalui berbagai macam
pendekatan;
1.
Pendekatan program
2.
Pendekatan manusiawi (personal) dan
3.
Pendekatan idealisme.
C. Pesantren
sebagai Lembaga Pendidikan Islam yang Bermutu
Kebijakan dan program-program
Departemen Agama dalam rangka mengembangkan pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam yang bermutu mengacu pada tiga pilar pembangunan pendidikan
nasional. Pada pilar pertama yaitu perluasan dan pemerataan akses, memberikan kesempatan
kepada pesantren-pesantren untuk mengembangkan lembaga pendidikannya sehingga
bisa menampung banyak santri (peserta didik), terutama dalam rangka menuntaskan
wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
Pada pilar kedua yaitu peningkatan
mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, menghasilkan lulusan pesantren yang
setara dengan sekolah maupun madrasah, serta memiliki kemampuan-kemampuan
seperti yang diatur oleh undang-undang tanpa mengurangi khittah asli pesantren.
Khittah pesantren adalah santrinya mampu mendalami ilmu-ilmu keislaman. Santri
di samping mendalami ilmu-ilmu keislaman kalau ingin disetarakan dengan lulusan
sekolah atau madrasah, maka harus mengikuti kurikulum-kurikulum tertentu yang
didalamnya terdapat keterampilan atau kemampuan yang harus dimiliki.
Agar pesantren memperoleh pengakuan
kesetaraan dengan lulusan madrasah atau sekolah diberikan sertifikat atau
syahadah. Agar syahadah nanti diperoleh lulusan pesantresn diakui sama, maka
bukan hanya kurikulum saja, tetapi standar-standar yang ditetapkan oleh
pemerintah harus diikuti. Pilar ketiga yaitu peningkatan tata kelola,
akuntabilitas, transparansi, dan pencitraan publik, pesantren jangan tergantung
kepada orang tetapi kepada suatu sistem. Artinya, tidak tergantung kepada seorang
kiyai yang biasanya menjadi pemimpin pesantren. Jika kiyai itu mundur atau
meninggal, maka tidak ada penerusnya.
Keadaan seperti ini akan menjadikan
pesantren mengalami kemunduran. Namun jika tergantung pada sistem, hal seperti
ini tidak akan terjadi, karena jika kiyai yang menjadi pengelola pesantren itu
mundur atau meninggal, maka masih ada yang akan mengelolanya yaitu orang-orang
yang sudah ditentukan. Oleh karena itu di pesantren pun diperlukan manajemen.
Dalam manajemen ada ungkapan getting thing done threw to other, membuat sesuatu
selesai melalui orang lain. Jadi kalau seseorang ingin membuat sesuatu itu
selesai, bukan orang itu yang akan mengerjakannya tetapi orang lain. Kalau
orang itu yang mengerjakannya, bukan manajemen namanya tetapi pekerja biasa.
Pesantren memiliki tiga elemen
penting yaitu :
- Pola kepemimpinan yang tidak terkooptasi oleh negara.
- Kitab-kitab rujukan yang selalu digunakan dari berbagai abad.
- Sistem nilai (value system) yang mengacu pada sistem nilai yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri.
Inilah yang menjadi pembeda penting
dan tersendiri dengan sekolah-sekolah umum yang ada, di mana acap terjadi
polarisasi yang tajam antara realitas dan materi pendidikan yang diajarkan.
Pendidikan
agama dalam lingkup pendidikan nasional, meliputi :
1)
Persepsi ilmuan kita tentang arti pendidikan, misalnya: ditetapkan dalam UU No.
II/1989 tersebut mengandung implikasi yang lebih komprehensif ketimbang arti
pengajaran. Sehingga pendidikan menurut pasal 1 ayat 1, diberi arti usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan
latihan bagi perannya dimasa yang akan datang. Jadi dapat dijelaskan pendidikan
mencakup proses kegiatan pengajaran disamping bimbingan dan latihan. Lebih
diorentasikan kemasa depan, yang mana fenomenanya tidak lain adalah pencerminan
betapa pentingnya penguasaan dan pemanfaatan, kemajuan iptek bagi pembangunan
bangsa.[17]
2)
Tentang batasan pengertian pendidikan agama, pendidikan agama dapat dirumuskan
sebagai bantuan dan bimbingan pada perkembangan pribadi anak agar ia menjadi
manusai yang beragama, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tampak dalam
cara berfikir kebiasaan, sikap dan bertingkah laku.[18]
Jadi proses kependidikan agama ialah menanamkam atau mempribadikan tata nilai
keagamaan. Dalam hal ini mengacu kepada keimanan dan ketaqwaan (sebagai pondasi
dasar yang tak tampak atau rahasia) yang mendorong dalam proses kegiatan
perilaku dan mewujudkan dalam akhlakkul karimah didalam bidang kehidupan.
3)
Tentang kompetensi guru sesuai dengan ketentuan pasal 39 ayat 2: “Pendidik
merupakan tenaga profesiona yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada Perguruan Tinggi.” Dan persyaratan pokok untuk pengangkatannya
yang antara lain harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME adalah merupakan
suatu keharusan yang mutlak dan mencegah orang-orang yang anti Tuhan dari anak/
generasi bangsa yang berfalsafah Pancasila. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam
pelaksanaannya pendidik agama pada khususnya ini menjiwai guru, dan guru wajib
memiliki keyakinan agama sehingga bidang-bidang studi yang lainnya tidak
terlepas dari nilai agama.[19]
Oleh karena itu peranan guru amat besar.
4)
Mengenai tujuan pendidikan nasional, sebagian tercantum dalam UUSPN No. II
tahun 1989 bab 2 pasal 4, menyebutkan : “ Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang
mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.’’
5)
Tentang sistem pendidikan nasional seperti yang dikehendaki oleh UU No. II/
1989 itu, terdapat berbagai satuan, jalur dan jenis pendidikan ( diperinci
dalam bab 4 ). Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan dalam menghadapi perubahan kehidupan, sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.[20]
D. Kemandirian
Pesantren
Meningkatkan kemandirian pesantren
berarti meningkatkan pesantren dalam ikut membangun bangsa dan ikut memperkokoh
rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. Pesantren merupakan suatu lembaga
pendidikan tertua di Indonesia. Pesantren yang dulunya suatu model pendidikan
yang digunakan oleh agama lain yaitu Budha, di mana orang-orang yang ingin
mempelajari agama tinggal di suatu tempat yang dekat dengan tokoh agamanya
sehingga bisa dibina secara intelektual maupun moral. Kemudian ketika datang
agama Islam dan meneruskan tradisi seperti itu tetapi ajarannya yang berbeda.
Ini adalah cara yang paling efektif di dalam mendidik manusia.
Ada beberapa ciri khas dari sebuah
pesantren yaitu pertama, adanya pondok. Istilah pesantren sering disebut dengan
pondok pesantren. Sebutan pondok berasal dari bahasa Arab yaitu fundug yang
berarti asrama atau hotel. Disebut pondok karena di pesantren tersebut para
santrinya bermukim atau menetap. Mereka menjalani kehidupan sehari-harinya di
pondok tersebut. Namun ada pula santri tidak menetap di pondok/asrama yang
sering disebut dengan santri kalong dan santri kelana. Santri kalong biasanya
datang ke pesantren ketika akan belajar/ngaji saja kemudian pula ke tempat
tinggalnya. Santri kelana adalah santri yang berpindah-pindah dari satu
pesantren ke pesantren lainnya untuk belajar/ngaji.
Mereka menetap di pondok agar lebih
memusatkan perhatiannya dalam mempelajari kitab-kitab. Para santri pun ingin
merasakan kehidupan pesantren di sekitar kiyainya. Selain itu, pesantren berada
pada tempat yang jauh dari tempat tinggal santri, biasanya pesantren itu berada
di pedesaan. Ciri kedua, adanya kiyai yaitu gelar kehormatan untuk orang ahli
agama sekaligus mempunyai dan memimpin pesantren. Namun ada pula tahapan yang
harus ditempuh oleh seseorang agar bisa dijadikan kiyai, yaitu dari santri
muda, santri senior, asatid/guru, ustadz muda, ustadz senior, kiyai muda, dan
kiyai senior. Ketiga, adanya masjid. Masjid sebenarnya merupakan pusat segala
kegiatan.
Masjid bukan hanya sebagai pusat
ibadah khusus seperti shalat dan i’tikaf tetapi sebagai tempat untuk menegakkan
syariat Islam, untuk da’wah, pengajaran memperluas wawasan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan/muamalat. Masjid untuk mencetak umat yang beriman, beribadah
menghubungkan jiwa dengan khaliq, umat yang beramal shaleh dalam kehidupan
masyarakat, pembentukan nilai-nilai akhlak yang mulia dan amaliah, menggerakkan
potensi kekuatan umat lahir dan batin.
Masjid faktor penting bagi
pembentukan masyarakat Islam kuat dan rapi dengan adanya komitmen terhadap
sistem, aqidah, dan tatanan Islam. Keempat, dipelajarinya kitab-kitab klasik,
diantaranya yang dikenal dengan kitab kuning. Disebut kitab kuning karena
kertas yang digunakan kitab-kitab pada saat itu dominannya berwarna kuning.
Selain memiliki ciri khas, pesantren pun melakukan pengajaran dengan metode
khusus.
Metode pengajaran di pesantren
dikenal dengan sistem sorogan, khalaqah, atau kelas musyawarah. Sorogan
merupakan metode pengajaran yang bersifat individual. Sorogan menekankan pada
keaktifan santri untuk belajar penuh dengan kedisiplinan, ketaatan, atau
kerajinan. Jika santri telah memahamni suatu materi pelajaran bisa secara aktif
mengajukan diri untuk diperhatikan atau diuji oleh pengajarnya yaitu ustadz
atau kiyainya. Metode lainnya adalah bandongan atau weton, yaitu santri tidak
belajar individual tetapi berkelompok dalam jumlah yang banyak mendengarkan
pengajar/ustadz yang membaca, menerjemahkan, mengulas, atau menerangkan kitab.
Khalaqah atau kelompok kelas
merupakan cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok di kelas dipimpin oleh
santri senior atau ustadznya. Sedangkan kelas musyawarah adalah cara belajar
ynag sifatnya klasikal seperti diadakannya seminar.
Pesantren bukan hanya mendidik untuk
mengembangkan kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga kemampuan-kemampuan
lain, yaitu kemampuan emosional dan kemampuan spiritual, perilaku dan akhlak
mulianya dididik melalui sistem pesantren. Ini adalah suatu cara atau metode
pendidikan yang efektif dan bukan hanya dibuktikan oleh orang-orang Islam saja,
melainkan orang-orang modern sudah mengikuti pola-pola seperti ini. Bahkan
sekarang ada lembaga-lembaga pendidikan yang menerapkan pola seperti pesantren,
di mana peserta didiknya tinggal di suatu tempat tetapi namanya diganti dengan
nama lain, misalnya disebut dengan boarding school atau sekolah berasrama.
Jadi pesantren ini sebetulnya
merupakan suatu lembaga pendidikan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang
perlu dipertahankan karena mengandung nilai yang positif. Ternyata cukup
efektif untuk membangun sumber daya manusia yang nanti bisa berperan di dalam
pembangunan nasional.
Jika ditelusuri tentang
keberadaannya, pesantren ini sebetulnya merupakan suatu lembaga yang bukan
hanya suatu tempat seperti pada umumnya, tetapi semuanya didirikan oleh
masyarakat. Pesantren itu biasanya dimiliki oleh kiyai atau oleh masyarakat
yang berasal dari wakaf. Bahkan pada umumnya pesantren itu tidak ada yang
pengelolaannya dibantu oleh negara, sehingga pesantren itu benar-benar suatu
lembaga pendidikan yang mandiri, tetapi memberikan kontribusi yang cukup berarti
terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia. Sehingga menjadi konsep
pendidikan yang dicanangkan oleh lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
mengurusi bidang pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) yang memberikan imbauan dan
anjuran bahwa setiap negara harus menerapkan atau melaksanakan pendidikan untuk
semua (education for all).
Maksudnya adalah setiap warga negara
usia sekolah seharusnya tidak boleh ada yang di luar sekolah atau madrasah.
Penerapan education for all ini khusus untuk konteks negara Indonesia, sebagai
salah satu anggota PBB, diterapkan dalam bentuk pendidikan wajib atau wajib
belajar yang sedang diterapkan yaitu wajib belajar pendidikan dasar (wajar
dikdas) sembilan tahun. Jika merujuk pada pengertian wajib dalam agama, karena
dikatakan wajib belajar, maka orang yang meninggalkan kewajibannya itu akan
memperoleh siksa dari Allah swt. nantinya. Sedangkan bagi orang yang
melaksanakannya akan memperoleh pahala. Kalau wajib belajar itu diterapkan,
maka seharusnya setiap muslim wajib mengikuti pelajaran. Bahkan menurut ajaran
Islam wajib belajar itu bukan hanya sembilan tahun, tetapi minal mahdi
ilallahdi, dari buaian ibu sampai ke liang lahat (meninggal). Namun dalam
konteks pendidikan formal di negara kita, wajib belajar itu sekurang-kurangnya
masuk sekolah atau wajib hadir dan mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan
baik itu sekolah, madrasah, atau pesantren.
Pesantren telah menunjukkan
kiprahnya bahwa dia menyediakan lembaga pendidikan untuk orang-orang yang tidak
bisa sekolah. Kalau kita melihat data statistik pada umumnya para santri ini
adalah dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Umumnya yang menengah ke atas
hanya sedikit yang mau masuk pesantren karena berbagai alasan. Hal ini terjadi
karena pada umumnya di pesantren itu tidak pernah dipungut bayaran dan orang
yang tidak mampu bisa memperoleh pendidikan dan bisa makan, yaitu dengan cara
ikut bekerja membantu kiyainya seperti mengelola agribisnis atau peternakan.
Pesantren mempunyai peran yang cukup
besar di dalam rangka memandirikan orang, dan juga memberikan kontribusi
terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat kalau dikelola dengan baik. Misalnya,
santri yang tidak punya biaya dia bisa belajar di pesantren. Untuk bekal
keperluan hidupnya sehari-hari di pesantren dia bisa membantu kiyai yang
kebetulan memiliki sawah, peternakan, atau usaha lain. Cara seperti ini
terbukti berhasil untuk memandirikan pesantren dan santrinya. Sekarang pun
pesantren yang dibina oleh pemerintah Departemen Agama mampu menyelenggarakan
dan menghimpun keuntungan-keuntungan yang cukup besar dari usaha-usaha melalui
kegiatan swadaya yang juga melibatkan mayarakat luas di sekitar pesantren dan
menghasilkan keuntungan yang cukup besar bisa untuk membiayai kehidupan
pesantren dan santrinya.
Pesantren sudah membuktikan bahwa
sekarang bisa memberdayakan umat sebagai upaya mengisi kemerdekaan, setelah
dahulu pun pesantren berperan memproklamasikan kemerdekaan. Jadi yang harus
dilakukan supaya pesantren-pesantren yang jumlahnya cukup banyak adalah dengan
pemberdayaan pesantren tersebut. Pemberdayaan yang dilakukan antara lain
pertama, santri-santri yang punya kemampuan tinggi diberikan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.
Santri-santri tersebut ternyata
memperoleh hasil yang luar biasa baiknya sehingga menjadi sumber daya manusia
yang bagus pula. Jadi kalau memang betul-betul mengelola pesantren dengan baik,
maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula. Sumber daya manusia
inilah yang akan membuat Indonesia baru di masa yang akan datang. Mereka
mempunyai kemampuan intelektual yang bagus, kemampuan keislaman yang bagus
pula, dan insya Allah berakhlak mulia (akhlakul karimah). Kedua, pesantren
melatih keterampilan-keterampilan tertentu kepada santrinya lalu menularkan
keterampilan-keterampilan itu kepada pesantren lainnya, sehingga membentuk
kelompok-kelompok yang nantinya bisa memberdayakan masyarakat sekitarnya.
Ketiga menjalankan program-program
pemberdayaan yang dibina dan dibimbing oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan santri dari aspek pengetahuan atau
keterampilannya. Kemandirian yang ditunjukan pesantren ini menjadikannya tidak
memiliki ketergantungan terhadap pemerintah. Kalaupun diberikan bantuan mereka
akan mengelolanya dengan amanah.
Untuk mewujudkan pesantren yang
mandiri dihadapkan pada suatu tantangan yang sangat berat seperti pada era
globalisasi ini. Dunia sudah tidak ada batasan-batasan lagi. Pada awalnya
globalisasi hanya pada beberapa aspek kehidupan saja yaitu food (makanan),
fashion (pakaian), dan fun (hiburan). Makanan (food) yang biasa disantap oleh
orang-orang di negara lain dengan mudah didapatkan di negara kita. Begitu pula
gaya berpakaian yang dikenakan oleh orang-orang asing yang cenderung bebas
dengan cepat ditiru oleh bangsa kita, terutama generasi muda yang memang
menyukai gonta-ganti mode pakaian. Padahal tidak sedikit mode pakaian itu yang
bertentangan dengan adat atau norma-norma yang berlaku di masyarakat atau
ajaran-ajaran agama.
Tempat-tempat hiburan pun bisa
ditemukan di mana-mana. Namun sekarang globalisasi sudah merambah ke berbagai
aspek kehidupan terutama yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam dunia yang yang sudah global ini perubahan yang terjadi dalam berbagai
aspek kehidupan berlangsung sangat cepat karena pengaruh informasi yang datang
silih berganti sehingga susah untuk dikendalikan. Perubahan-perubahan itu ada
yang berdampak negatif ada pula yang positif. Dampak negatif ini dapat mengubah
pengetahuan, sikap dan perilaku peserta didik ke arah yang jelek yang
bertentangan dengan agama. Misalnya, gaya hidup yang tidak sesuai dengan
ajaran-ajaran agama dan norma-norma di masyarakat. Dampak positifnya adanya
kemajuan dalam bidang sains dan teknologi. Tantangan dan persaingan bukan hanya
datang dari bangsa sendiri tetapi datang dari bangsa lain. Oleh karena itu,
jika masih terkungkung dalam tradisi-tradisi konservatif, maka akan tertinggal.
Namun bukan berarti harus mengikuti
semua kemajuan tesebut. Artinya santri-santri bukan hanya menguasai ilmu-ilmu
keislaman yang diperoleh dan dikaji dari kitab-kitab kuning saja di pondok
pesantren, tetapi juga diberikan keterampilan-keterampilan yang bersumber dari
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam.
E. Pendidikan Karakter Nasional Bangsa
dan Negara
Kita
menyadari bahwa pendidikan karakter dan moral sangat penting, dalam segala
sektor kehidupan, kita membutuhkan moral dan akhlak karimah dalam berbangsa dan
bernegara; ada etika bisnis, etika politik, etika kekuasaan dan etika
pergaulan, dalam rangka membangun masyarkat madani yang adil dan makmur, adil
dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Karakter
nasional bangsa yang merupakan kualitas kepribadian tangguh yang dimiliki
secara kolektif oleh masyarakat luas, dan bermuara pada nilai-nilai inti (core
values) seperti amanah, menghormati orang lain dan toleran, kejujuran, kasih
sayang, tanggung jawab serta kewarganegaraan (sosial), harus dipelihara dan
senantiasa direvitalisasi agar selalu bisa menjadi inspirasi, pengobar semangat
dan mampu berfungsi sebagai human capital sebuah bangsa karena karakter
nasional menentukan ketahanan nasional bangsa yang bersangkutan.
Untuk
merealisasikan dan mengembangkan pendidikan karakter nasional bangsa ada
beberapa hal yang memerlukan perhatian pemerintah dan masyarakat : yang pertama
adalah penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas, kedua adalah penyiapan
tenaga pendidik terutama para kepala sekolah yang mempunyai kapabelitas serta
intergritas kepribadian tinggi dan yang ketiga adalah penciptaan lingkungan
yang kondusif bagi pendidikan karakter anak bangsa.
Pertama
penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas. Lembaga pendidikan yang
mempunyai orientasi character building, mementingkan pendidikan yang integral,
mengembangkan dan meningkatkan potensi anak didik dalam segala aspek
kemanusiannya. Pendidikan yang berbasis nilai, melakukan transformasi
kepribadian, akhlak, tingkah laku, pola fikir dan sikap. Bukan hanya
mentransfer informasi dan pengetahuan semata (aspek kognitif) dengan melalaikan
aspek afektif dan spikomotorik.
Kedua
menyiapkan tenaga pendidik terutama kepala-kepala sekolah yang handal untuk
merealisasikan tujuan yang ditargetkan. Tenaga pendidik merupakan ujung tombak
bagi keberhasilan tujuan pendidikan. Tenaga pendidik dan kepala sekolah yang
mencintai tugasnya, mempunyai ruh dan semangat idealisme tinggi, berdedikasi
dan mempunyai integritas moral tangguh, mempunyai kecakapan menejerial dan
mampu menjadi teladan dalam segala hal bagi anak didiknya.
Mereka
harus dipersiapkan sedemikian rupa agar mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dengan senantiasa meningkatkan diri dan
memperbaharui pengetahuan (refresh/up-date), bersikap terbuka terhadap hal-hal
baru (open mind) dan bersikap bersedia membantu (helpful).
Penciptaan
lingkungan sekitar dan suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan.
Diperlukan stabilitas nasional, dukungan keluarga, masyarakat, LSM maupun
lembaga lain merupakan pilar-pilar pendukung bagi keberlangsungan iklim
pendidikan yang produktif dan berdampak positif bagi terciptanya karakter
bangsa peserta didik. Jika salah satu pilar terganggu maka seluruh proses
pembelajaran pun terganggu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pesantren
merupakan salah satu pilar Bangsa dan Negara dalam pendidikan islam. Langkah
setrategis membangun karakter nasional bangsa adalah melalui pendidikan. Hanya
negara-negara yang memiliki karakter nasional kuat yang siap bersaing ditengah
globalisasi. Pesantren sebagai salah satu khazanah kekayaan budaya dan
pendidikan di Indonesia bisa dijadikan model dalam pendidikan karakter bangsa.
Berkaitan
dengan itu dalam rangka meralisasikan pendidikan karakter nasional bangsa ini
harus ada peran pemerintah dalam beberapa hal berikut ini :
1. Memperbanyak
lembaga pendidikan guru yang berkualitas dan berbentuk asrama.
2. Mengadakan
pendidikan yang memepersiapkan calon kepala sekolah agar menjadi pemimpin dan
pendidik yang cakap.
3. Membangun
lingkungan yang kondusif untuk pendidikan dan pertumbuhan generasi muda kita.
B. Saran
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk menjadi
sempurna kami membutuhkan masukan dari
pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk
memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aqiel
Siradj, Sa’id. 1999. Pesantren Masa
Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Bandung : Pustaka
Hidayah.
Arifin,
Muzayyin. 2000. Kapita Selekta Pendidikan
Islam. Semarang : PT. Bumi Aksara.
Azra,
Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam Tradisi
dan Modernisasi menuju Milenium Baru,. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Daradjad,
Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Fadjar,
Malik. 1998. Madrasah dan Tantangan
Modernisitas. Bandung: Mizan.
Furchan,
Arief. 2004. Transformasi Pendidikan
Islam di Indonesia. Yogyakarta: Gema Media.
Furchan,
Arief. 2004. Transformasi Pendidikan
Islam di Indonesia. Yogyakarta: Gema Media.
Hasbullah.
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Raja Grafindo, Persada.
Ihsan,
Fuad. 1997. Dasar- Dasar Pendidikan. Jakarta
: PT. Rineka Cipta.
Muslam.
2008. Pengembangan Kurikulum PAI. Semarang : PKP12.
Mustofa,
M. 2001. Landasan Kependidikan.
Semarang : PT. Bumi Aksara.
Putra
Daulay, Haidar. 2009. Mendidik
Mencerdaskan Bangsa. Bandung:
Citapustaka Media Perintis.
Soenarya,
Endang. 2000. Pengantar Teori Perencanaan
Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT. Adi Cita Karya Nusa.
Sudardja,
Endang. 1984. UUD RI’45 Dalam Hubungannya
dengan pendidikan moral pancasila. Bandung : Ghalia Indonesia1984.
Tilaar.
2002. Pendidikan, kebudayaan, dan
Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Uno,
Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran.
Jakarta : PT. Bumi Aksara.
[1] Sa’id Aqiel Siradj, dkk, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan
dan TransformasiPesantren, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 1
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Haidar Putra Daulay, Mendidik Mencerdaskan Bangsa, ( Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2009), hlm. 113
[5] Hasbullah, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo,
Persada), hlm. 77
[6] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi
menuju Milenium Baru, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 72
[7] Hasbullah, op. cit. hlm. 77-78
[8] Haidar Putra Daulay, op. cit. hlm.
115
[9] Zakiah Daradjad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1992), hlm. 97
[10] Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, ( Jakarta :
PT. Bumi Aksara, 2006 ), hlm. 75
[11] Endang Sudardja, UUD RI’45Dalam Hubungannya dengan pendidikan
moral pancasila, (Bandung : Ghalia Indonesia1984), hlm. 83
[12] Arief Furchan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Gema Media, 2004), hlm. 14
[13] M. Mustofa, Landasan Kependidikan, ( Semarang : PT. Bumi Aksara, 2001 ), hlm.
43
[14] A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernisitas,
(Bandung: Mizan, 1998), hlm. 1
[15] Arief Furchan, op. cit. hlm. 14
[16] A. R. Tilaar, Pendidikan, kebudayaan, dan Masyarakat
Madani Indonesia, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 150
[17] Endang Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan
Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT. Adi Cita Karya Nusa, 2000 ),
hlm. 33
[18] Muslam, Pengembangan Kurikulum PAI, ( Semarang : PKP12, 2008 ), hlm. 9
[19] Fuad Ihsan, Dasar- Dasar Pendidikan, ( Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997 ), hlm.
10
[20] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (
Semarang : PT. Bumi Aksara, 2000 ), hlm. 201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar