Rabu, 30 November 2016

PENDEKATAN PEMIKIRAN ISLAM BAYANI BURHANI IRFANI




MAKALAH
“PENDEKATAN PEMIKIRAN ISLAM”
(Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam)


Dosen Pembimbing :

M. Anang Sholikhudin, S.PdI., M.PdI

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1.      Fitri Nur Islamiyah    (201686010028)
2.      Khoirun Nisa’            (201686010001)





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat taufik serta hidayah-Nya sehingga terwujud makalah PENGANTAR STUDI ISLAM yang bertemakan “Pendekatan Bayani, Burhani dan Irfani”. Kami juga  berterima kasih kepada Bapak M. Anang Sholikhudin, S.PdI., M.PdI selaku Dosen pembimbing kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih mendalam. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal segi lainnya. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu harapan besar jika adanya kritik, saran dan juga usulan yang membangun demi sempurnanya makalah yang telah di buat di masa yang akan datang karena tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya kritik dan juga saran yang membangun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan Pengantar Studi Islam. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu memberikan petunjuk kepada kita dalam pembuatan generasi yang berakhlakul karimah, cinta bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amiin.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C.     Tujuan Pembelajaran ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metodologi.............................................................................................. 2
B.     Metodologi Observasi, Burhani, Irfani, dan Bayani.................................................. 3
C.     Hubungan dan Perbedaan Metodologi Burhani, Irfani, dan Bayani......................... 7
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................................. 9
B.     Saran............................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA

 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pemikiran-pemikiran filsafat Yunani yang masuk dalam kancah pemikiran Islam lewat terjemahan, telah diakui oleh banyak kalangan. Hal ini mendorong filsafat Islam menjadi semakin pesat. Islam menganjurkan untuk mempelajari filsafat, namun tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits. Filsafat digunakan untuk membuktikan kebenaran yang telah ada di dalam wahyu.
Selanjutnya, yang mesti menjadi perhatian adalah pandangan Islam tentang realitas sebagai objek kajian ilmu ternyata tidak hanya terpaku pada dunia empirik atau fisikal, tetapi mencakup juga dunia ruh. Diri manusia sendiri adalah miniatur semesta yang tidak hanya terdiri atas jasad tetapi juga hati, perasaan, jiwa, dan ruh yang merupakan bagian dari Tuhan. Karena itu, metodologi pemikiran Islam tidak hanya bisa mengandalkan eksperimen-eksperimen lahiriyah atau hanya mengandalkan kekuatan atau kegeniusan rasio tetapi harus dengan kesucian hati. Apapun metode yang digunakan harus didukung oleh kebersihan jiwa..
B.     Rumusan Masalah
a.       Apakah yang dimaksud dengan metodologi?
b.      Bagaimanakah penjelasan dari metodologi observasi, burhani, irfani, dan bayani?
c.       Bagaimanakah hubungan dan perbedaan metodologi burhani, irfani, dan bayani?
C.     Tujuan Pembelajaran
a.       Untuk mengetahui pengertian metodologi
b.      Agar mengetahui penjelasan burhani, irfani, dan bayani
c.       Untuk mengertahui perbedaan burhani, irfani, dan bayani
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metodologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metodologi adalah ilmu tentang metode, atau uraian tentang metode. Sedangkan metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[1]
Kata metode berasal dari kata Yunani methodhes, meta artinya menuju, melalui, mengikuti, sesudah, dan hodos yang berarti jalan, perjalanan, cara, arah. Menurut Surajiyo, metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Metode dalam filsafat adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri.[2]
Redja Mudyahardjo dalam bukunya “Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar”, menjelaskan bahwa metode ilmiah adalah metode pemecahan masalah yang mengacu pada berpikir reflektif, yaitu berpikir menemukan masalah serta memecahkannya melalui kegiatan-kegiatan secara bertahap.[3]
Berdasarkan beberapa uraian tentang definisi metode, Asmuni Syukir menjelaskan, metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien.[4] Demikianlah perbedaan yang sangat tipis antara pengertian metode dan metodologi.
Pemikiran ilmiah bukanlah pemikiran biasa. Pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang sungguh-sungguh, artinya suatu cara yang berdisiplin, di mana seseorang yang tidak akan membiarkan ide dan konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun kesemuanya itu diarahkan pada satu tujuan tertentu. Tujuan tertentu dalam hal ini adalah pengetahuan. Berpikir keilmuan adalah cara berpikir yang didisiplinkan dan diarahkan kepada pengetahuan.[5]
Pemikiran metodologis di kalangan umat Islam memiliki berbagai tujuan, yaitu:
a.       Membangun kesadaran berpikir positif
b.      Membangun kesadaran berpikir dan bertindak secara efektif dan efisien
c.       Membangun kesadaran berpikir dan bertindak secara aktif, kreatif, dan produktif
d.      Membangun kesadaran dan bertindak strategis
e.       Membangun kesadaran dan bertindak pengembangan
f.       Membangun kemandirian baik dalam merumuskan metode maupun konstruksi-konstruksi teori keilmuan.[6]
B. Metodologi Observasi, Burhani, Irfani, dan Bayani
a.       Pengertian Metodologi Observasi
              Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, observasi artinya peninjauan secara cermat. Observasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pengamatan atau observasi dilakukan memakan waktu yang lebih lama apabila ingin melihat suatu proses perubahan, dan pengamatan dapat dilakukan dapat tanpa suatu pemberitahuan khusus atau sebaliknya.
              Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala yang ada untuk kemudian dilakukan pencatatan.[7]
Banyak yang mengatakan bahwa masalah-masalah filsafat diselidiki dengan metode rasional. Namun, observasi ini lebih mengarah kepada metode  empiris, karena melalui pengamatan secara indrawi. Ada banyak pula yang mengira bahwa metode empiris merupakan satu-satunya metode pasti dan ilmiah, sebab tidak ada simpulan pasti yang dapat diperoleh lewat metode rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat tak lebih dari melemahkan hipotesis-hipotesis untuk memecahkan persoalan ilmiah.[8]
b.      Pengertian Metodologi Burhani
            Al-Burhani secara sederhana bisa diartikan sebagai suatu aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran proposisi melalui pendekatan deduktif dengan mengaitkan proposisi satu dengan proposisi yang lain yang telah terbukti kebenarannya secara aksiomatik.
            Menurut Al-Jabiri, prinsip-prinsip burhani pertama kali dibangun oleh Aristoteles (384-322 SM) yang dikenal dengan istilah metode analitik (tahlili); suatu cara berpikir yang didasarkan pada proposisi tertentu dengan mengambil 10 kategori, sebagai objek kajiannya.
            Sarjana pertama yang mengenalkan dan menggunakan metode burhani adalah al-Kindi (806-875 M). Kemudian, metode rasional atau burhani ini semakin masuk sebagai salah satu sistem pemikiran Islam Arab setelah masa al-Razi (865-925 M). Ia lebih ekstrim dalam teologi dan dikenal sebagai seorang rasionalis murni yang hanya mempercayai akal. Dan akhirnya, metode burhani benar-benar mendapat tempat dalam sistem pemikiran Islam setelah masa al-Farabi (870-950 M).
            Ciri utama dari burhani adalah silogisme, tetapi silogisme tidak mesti menunjukkan burhani. Dalam bahasa Arab, silogisme diterjemahkan dengan qiyas. Sedangkan secara istilah, silogisme adalah suatu bentuk argumen di mana dua proposisi yang disebut premis, dirujukkan bersama sedemikian rupa, sehingga sebuah keputusan (konklusi) pasti menyertai.[9]
c.       Pengertian Metodologi Irfani
            Irfan dari kata dasar bahasa Arab ‘arafa semakna dengan makrifat, berarti pengetahuan. Irfan atau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman. Karena itu, secara epistimologis, irfan dapat diartikan sebagai pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya serta adanya oleh ruhani yang dilakukan atas dasar cinta. Irfan adalah wujud mutlak, yaitu Allah swt.[10]
Para ahli berbeda pendapat tentang asal sumber irfan.
Pertama, menganggap bahwa irfan Islam berasal dari sumber Persia dan Majusi. Alasannya, sejumlah besar orang-orang Majusi di Iran Utara tetap memeluk agama mereka setelah penaklukan Islam dan banyak tokoh sufi yang berasal dari daerah Khurasan.
Kedua, irfan berasal dari sumber-sumber Kristen. Alasannya,
1) adanya interaksi antara orang-orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman Islam
(2) adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para sufis, dalam soal ajaran, tata cara melatih jiwa, dengan kehidupan Yesus dan ajarannya.
Ketiga, irfan ditimba dari India. Alasannya
(1) kemunculan dan penyebaran irfan pertama kali adalah di Khurasan
(2) kebanyakan dari para sufi angkatan pertama bukan dari kalangan Arab
(3) pada masa sebelum Islam, Turkistan adalah pusat agama dan kebudayaan Timur serta Barat
(4) konsep dan metode tasawuf seperti keluasan hati dan pemakaian tasbih adalah praktek-praktek dari India.
Keempat, irfan berasal dari sumber-sumber Yunani.[11]
Perkembangan irfan, secara umum bisa dibagi dalam lima fase, yaitu:
a. Fase pembibitan (abad pertama hijriah). Karakter periode ini adalah (1) berdasarkan ajaran al-Qur’an dan sunnah, menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala dan menjaga diri dari neraka. (2) bersifat praktis, tanpa ada perhatian untuk menyusun teori atas praktek-praktek yang dilakukan. (3) motivasi zuhudnya adalah rasa takut.
b. Fase kelahiran (abad kedua hijriah). Jika pada abad pertama hijriah, zuhud dilakukan atas dasar takut dan mengharap pahala, pada periode ini zuhud dilakukan atas dasar cinta kepada Tuhan, bebas dari rasa takut atau harapan mendapat pahala.
c.  Fase pertumbuhan (abad 3-4 hijriah). Pada fase ini, irfan telah mengkaji soal moral, tingkah laku dan peningkatannya, pengenalan intuitif langsung pada Tuhan, dan pencapaian kebahagiaan.
d.  Fase puncak (abad ke-5 H). Pada periode ini irfan mencapai periode gemilang dengan banyaknya pribadi besar yang lahir dan menulis tentang irfan, di antaranya al-Ghazali (Ihya Ulum al-Din) yang menyelaraskan tasawuf dan fiqh (irfan dan bayani).
e.  Fase spesikasi (abad ke-6 dan 7 H). Irfan semakin dikenal dan berkembang dalam masyarakat Islam berkat pengaruh pribadi al-Ghazali.[12]
d.   Pengertian Metodologi Bayani
                  Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifikasikan oleh akal kebahasaan yang digali lewat inferensi (istidlal). Secara langsung artinya memahami memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini tidak berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi harus tetap bersandar pada teks. Dalam bayani, rasio dianggap tidak mampu memberikan pengetahuan kecuali disandarkan pada teks. Dalam perspektif keagamaan, sasaran bidik metode bayani adalah aspek eksoterik (syari’at).
                  Pengertian tentang bayani, berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran Islam. Begitu pula aturan-aturan metode yang ada di dalamnya. Pada masa Syafi’i (767-820 M) yang dianggap sebagai peletak dasar yurisprudensi Islam, bayani berarti nama yang mencakup makna-makna yang mengandung persoalan ushul (pokok) dan yang berkembang hingga ke cabang (furu’). Sedang dari segi metodologi, Syafi’i membagi bayan ini dalam lima bagian dan tingkatan, yaitu:
a.       Bayan yang tidak butuh penjelasan lanjut, berkenaan dengan sesuatu yang telah dijelaskan Tuhan dalam al-Qur’an sebagai ketentuan bagi makhluk-Nya.
b.      Bayan yang beberapa bagiannya masih global sehingga butuh penjelasan sunnah.
c.       Bayan yang keseluruhannya masih global sehingga butuh penjelasan sunnah.
d.      Bayan sunnah, sebagai uraian atas sesuatu  yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.
e.          Bayan ijtihad, yang dilakukan dengan qiyas atau sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an maupun sunnah.[13]
     Dalam ushul al-fiqh, yang dimaksud nash sebagai sumber pengetahuan bayani adalah al-Qur’an dan hadits. Ini berbeda dengan pengetahuan burhani yang mendasarkan diri pada rasio dan irfani pada intuisi.  Karena itu epistimologi bayani menaruh perhatian besar dan teliti pada proses transmisi teks dari generasi ke generasi.
     Untuk mendapatkan pengetahuan, epistimologi bayani menempuh dua jalan. Pertama, berperan pada redaksi (lafadz) teks dengan menggunakan kaidah bahasa Arab, seperti nahw dan sharaf sebagai alat analisa. Kedua, menggunakan metode qiyas (analogi) dan inilah prinsip utama epistimologi bayani.[14]
C. Hubungan dan Perbedaan Metodologi Burhani, Irfani, dan Bayani
      Dalam khazanah filsafat Islam, dikenal ada tiga buah metodologi pemikiran, yakni burhani, irfani, dan bayani. Ketiga model epistemologi ini, dalam sejarahnya telah menunjukkan keberhasilannya masing-masing. Masing-masing model epistimologi ini tidak dapat digunakan secara mandiri untuk pengembangan ilmu-ilmu keislaman kontemporer. Untuk mencapai hal tersebut, ketiganya harus disatukan dalam sebuah jalinan yang disebut “hubungan silkuler”.
      Tata kerja hubungan di antara ketiga epistimologi yaitu burhani, irfani, dan bayani dapat digambarkan sebagai berikut:
Burhani berbeda dengan bayani dan irfani, yang masih berkaitan dengan teks suci, burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks, juga tidak pada pengalaman.burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat dali-dalil logika. Bahkan, dalil-dalil agam hanya bisa diterima sepanjang ia sesuai dengan logika rasional. Perbandingan ketiga epistimologi ini adalah, bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi realita non-fisik atas realitas fisik; irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan rohani pada Tuhan dengan pernyataan universal; dan burhani menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.[15]


Bayani
Irfani
Burhani
Sumber
Teks Keagamaan/ Nash
Kasyf
Rasio
Metode
Berpegang pada zhahir teks, Qiyas al-ghaib ala al-syahid, Qiyas al-far 'ala al-ashl
Qiyas al-syahid ala al-ghaib
Silogisme
Pendekatan
Linguistik/Dilalatal Lughawiyah
Psikho-Gnostik
Logika
Tema Sentral
Ashl-Furu', Kata-Makna
Zahir-Batin; Wilayah-Nubuwah
Essensi-Aksistensi; Bahasa-Logika
Validitas Kebenaran
Korespondensi
Intersubjektif
Koherensi, Konsistensi
Pendukung
Kaum Teolog, ahli Fiqh, dan ahli Bahasa
Kaum Sufi
Para Filosof






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien. Ada bebarapa metodologi dalam filsafat Islam, diantaranya:
a.       Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala yang ada untuk kemudian dilakukan pencatatan.
b.      Burhani, yaitu suatu aktivitas berpikir untuk menetapkan kebenaran proposisi melalui pendekatan deduktif dengan mengaitkan proposisi satu dengan proposisi yang lain yang telah terbukti kebenarannya secara aksiomatik.
c.       Irfani, yaitu pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya serta adanya oleh ruhani yang dilakukan atas dasar cinta. Irfan adalah wujud mutlak, yaitu Allah swt.
d.      Bayani, yaitu metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifikasikan oleh akal kebahasaan yang digali lewat inferensi (istidlal).
B.        Saran
     Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan kami membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA
            Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
            Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.
            Mudyahardjo, Redja. 2008. Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
            Muthahhari, Murtadha. 2002. Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Shandra. Bandung: Mizan.
            Qomar, Mujamil. 2012. Pemikiran Islam Metodologis: Model Pemikiran Alternatif dalam Memajukan Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.
            Soleh, A. Khudori. 2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
            Subagyo, P. Joko. 2011. Metode Penelitian: dalam Teori dan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
            Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
            Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah. 2003. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan.



[1] Drs. H. Mohammad Adib, MA., Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 132
[2] Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hlm. 8.
[3] Dr. Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 95.
[4] Dr. Armai Arief, M.A., Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 87-88.
[5] Drs. H. Mohammad Adib, MA., Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 132.
[6] Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag., Pemikiran Islam Metodologis: Model Pemikiran Alternatif dalam Memajukan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 7.
[7] P Joko Subagyo, S.H., Metode Penelitian: dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), hlm. 63.

[8] Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 52.
[9] A. Khudori Soleh, M.Ag., Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 219-224.
[10] Murtadha Muthahhari, Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Shandra, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 114.
[11] A. Khudori Soleh, M.Ag., Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 194-195.
[12] A. Khudori Soleh, M.Ag., Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 199-121.
[13] A. Khudori Soleh, M.Ag., Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 177-179.
[14] A. Khudori Soleh, M.Ag., Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 187.
[15] A. Khudori Soleh, M.Ag., Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 219.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar