MAKALAH
“JADAL DALAM AL-QUR’AN”
(Untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an)
Dosen Pembimbing :
Ahmad Ma’ruf,S.PdI.,M.PdI
Disusun Oleh :
Kelompok 13
1.
Fitri
Nur Islamiyah (201686010028)
2.
Dwita
Maya Indah Nurhayati (201686010017)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan
rahmat taufik serta hidayah-Nya sehingga terwujud makalah ULUMUL QUR’AN yang
bertemakan “Mengenal Jadal dalam Al-Qur’an”. Kami juga berterima kasih
kepada Bapak Ahmad Ma’ruf selaku Dosen
pembimbing kami.
Kami berharap makalah ini dapat
berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih mendalam. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
serta banyak kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal segi
lainnya. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu harapan
besar jika adanya kritik, saran dan juga usulan yang membangun demi sempurnanya
makalah yang telah di buat di masa yang akan datang karena tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa adanya kritik dan juga saran yang membangun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas perkuliahan Ulumul Qur’an . Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang selalu memberikan petunjuk kepada kita dalam pembuatan generasi yang
berakhlakul karimah, cinta bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Amiin.
Sengonagung, 07 Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Pembelajaran
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jadal
B.
Tujuan Jadal dalam Al-Qur’an
C.
Macam –
Macam Jadal dalam Al-Qur’an
D.
Bentuk –
Bentuk Jadal dalam Al-Qur’an
E.
Metode
Al-Qur’an dalam Berdebat
F. Metode
Berdebat yang diTempuh Al-Qur’an
G. Macam-Macam
Perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
al-Qur'an merupakan kitab suci yang
berisi kebenaran jelas, terperinci yang menjangkau segala aspek kehidupan
duniawi maupun ukhrowi yang tidak ada keraguan didalamnya. Hal ini terlihat
jelas ketika masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan al-Qur'an. Namun
banyak manusia yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya dipenuhi
kesombongan dan menyatakan dirinya mengimani namun hanya sebagai ucapan tetapi
dalam hatinya ia mengingkari. al-Qur'an merupakan mukzizat yang terbesar yang
dibawa oleh nabi Muhammad saw untuk memberikan petunjuk serta kabar kepada
umatnya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Jadal al-Qur’an ?
b. Apa saja Macam – Macam Jadal al-Qur’an
?
c. Apakah tujuan dari Jadal al-Qur’an?
d. Metode apakah yang digunakan dalam
Jadal al-Qur’an?
C. Tujuan Pembelajaran
a. Untuk mengetahui pengertian dari jadal Quran.
b.
Agar mengetahui Tujuan dari jadal
Qur’an
c. Agar mengetahui
dan memahami kebenaran yang dituangkan dalam al-Qur’an dengan metode – metode
yang telah ada
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jadal
Jadal dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan debat.
Debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan
saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.[1]
Secara bahasa jadal berasal
dari kata جَدَلَ –يَجْدُلُ – جُدُوْلًا
Jadal
dalam arti bahasa adalah “Kusut", dan menurut Istilah yakni
Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan (
menemui kebenaran ).[2]
Adapun
secara istilah Jadal atau Jidal adalah Bertukar pikiran dengan cara
bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan.[3]
Manna' al-Qathan di
dalam Mabahits fi 'Ulumil Qur`an berkata[4]:
Jadal atau jidal adalah
bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jadal adalah suatu bentuk tukar fikiran
dalam bentuk dialog, diskusi, debat dan lain sebagainya. Dengan kata lain Jadal
adalah suatu tindakan dengan cara bertukar fikiran yang bertujuan untuk menyatakan
suatu hal yang dianggap benar dengan mengemukakan argument atau pendapat agar
pendapat kita tersebut bisa diterima pihak atau lawan bicara (pendengar).
Sedangkan
yang dimaksud Jadal al-Qur'an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan
dalil dalil yang terkandung untuk dihadapkan pada orang-orang kafir dan untuk mematahkan
argumentasi para penentang dengan seluruh tujuan dan maksud mereka sehingga
kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.[5]
Allah
SWT telah berfirman dalam al-Qur'an Surat Al-Kahfi Ayat 54
وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَ يْءٍ جَدَلًا
" Dan
manusia itu sering kali membantah ( berdebat )"
Oleh sebab itu dalam ayat yang lain Allah swt juga memerintahkan untuk
berdebat dengan orang-orang yang melawan Islarn dengan cara yang santun atau
baik, yaitu dalam Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
" Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan Hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik".
Di samping itu Allah memperbolehkan juga ber-munazarah (berdiskusi)
dengan Ahli kitab dengan cara yang baik. Allah SWT berfirman dalam Surat
Al-Ankabut ayat 46 :
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
"Dan
janganlah kamu membantah terhadap Ahli Kitab, kecuali dengan bantahan yang
lebih baik. "
Munazarah demikian bertujuan
untuk menampakkan hak (kebenaran sejati) dan menegakkan hujjah atas
validitasnya. Itulah esensi metode jadal al-Qur’an dalam memberi petunjuk
kepada orang kafir dan mengalahkan para penentang al-Qur’an.[6]
Itulah beberapa
contoh cara perdebatan yang santun yang disampaikan Allah SWT dalam al-Qur'an
yang suci.
Firman Allah
SWT dalam surat Al-Kahfi ayat 56 :
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ
وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ
وَاتَّخَذُوا آَيَاتِي وَمَا
أُنْذِرُوا هُزُوًا
"Dan
orang-orang kafir membantah dengan yang batil, agar dengan demikian mereka
dapat menolak yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan
Kami terhadap mereka sebagai olok-olok."
Dari beberapa ayat di atas, jadal (debat) dalam al-Qur’an, terdiri
atas dua kelompok. Pertama, debat yang dilontarkan Allah kepada para
penentang-Nya. Dalam hal ini, Rasul sebagai pengemban Risalah-Nya, mendebat dan
membantah para pengusung kebatilan dengan cara yang hikmah dan mengandung
pelajaran serta bahasa yang lembut. Kedua, debat yang dilontarkan oleh
orang-orang kafir, mereka bermaksud mematahkan dan mengalahkan al-Qur’an dengan
cara membantah kebenarannya melalui aneka hujjah dan berbagai argumen batil.
B. Tujuan
Jadal Al-Qur’an
Jadal al-Qur'an
memiliki berbagai tujuan, yang dapat ditangkap dari ayat-ayat al-Qur'an yang
mengandung atau yang bemuansa Jadal, di antaranya adalah :
a.
Sebagai
jawaban untuk mengungkapkan kehendak Allah dalam rangka penetapan dan
pembenaran aqidah dan qaidah syari’ah dari persoalan-persoalan yang dibawa dan
dihadapi para Rasul, Nabi dan orang-orang shaleh. Sekaligus sebagai bukti-bukti dan dalil-dalil yang
dapat mematahkan dakwah dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat
manusia sehingga menjadi jelas jalan dan petunjuk ke arah yang benar. (Q.s al-Syu'ara'/26: 10-51)
b.
Sebagai
layanan dialog bagi kalangan yang memang benar-benar ingin tahu ingin mengkaji
sesuatu persoalan secara nalar yang rasional atau melalui ibarat maupun melalui
do’a.
Dari dialog-dialog tersebut, kemudian hasilnya dapat dijadikan pegangan,
nasehat dan semacamnya. Untuk tujuan seperti ini dapat dijadikan pedoman contohnya
adalah penjelasan Allah SWT atas persoalan kegelisahan Nabi Ibrahim a.s. yang
ingin menambah keyakinannya dan ketenangannya dengan mengetahui bagaimana Allah
menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati. (Q.S al-Baqarah/2 :260)
c.
Untuk
menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir yang sering
mengajukan pertanyaan atau permasalahan dengan jalan menyembunyikan kebenaran yang memang disinyalir dalam
al-Qur'an Wajaadiluu bi al Baathil liyudhiduu bihi al haq
(Q.s al-Mukminun/23 : 81-83).[7]
C. Macam
– Macam Jadal dalam Al-Qur’an
Secara umum, Jadal al-Qur’an dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori
a. Pertama : Jadal yang terpuji (al
Jadal al Mamduh) adalah suatu debat yang dilandasi niat yang ikhlas dan murni
dengan cara-cara yang damai untuk mencari dan menemukan kebaikan dan kebenaran.
b. Kedua: Jadal yang tercela (al Jadal
al Mazdmum) adalah setiap debat yang menonjolkan kebathilan atau dukungan atas
kebathilan itu. Jadal al madzmum ini ada yang dilakukan dalam bentuk debat tanpa
landasan keilmuan.[8] salah
satu contoh jadal jenis ini ada dalam (Q.s. Al-Hajj: 3 dan 8)
D.
Bentuk-Bentuk
Jadal dalam Al-Qur'an
Menurut Manna'
al-Qathan dalam bukunya "Mabahits fii Ulumi al-Qur'an", beliau
menyebutkan pembagian argumentasi dalam dua bentuk yaitu :
a.
Penyebutan Alam semesta untuk memperkuat
dalil-dalil yang mengarah kepada Aqidah yang benar dalam kepercayaan yakni
beriman kepada Allah SWT.
b. Menolak argumen-argumen yang salah dari para
penyeleweng.
Didalam kitab Al-Itqon
fii Ulumil Qur'an, lmam syuyuti
menyebutkan beberapa hal yang termasuk dalam bentuk Jadal diantaranya:
·
.Al-Isyjal yaitu meletakkan kata
yang menunjuk kepada lawan bicara dan juga apa yang dibicarakan. Contohnya
dalam firman Allah dalam Surat Ali Imron ayat194.
·
Al-Intiqol yaitu memindahkan
argument yang dijadikan dalil kearah argument yang tidak dapat diikuti sehingga
didalam perdebatan kadang argument tidak dimengerti maksudnya oleh lawan.
·
Munaqodhoh, yaitu menggantungkan
sesuatu dengan hal yang mustahil, yang mengisyaratkan kemungkinan terjadi.
E. Metode
Al-Qur’an dalam Berdebat
Adapun
mengenai metode yang ditempuh Jadal al-Qur'an, para ulama pada dasarnya sama
saja. Allah membolehkan (menyuruh) mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan
cara yang baik dan juga santun yang dapat melemahkan pikiran dan sikap mereka
yang kasar.
Sedangkan
metode-metode al-Qur’an dalam berdebat adalah.[9]
a. Al Ta’rifat
Allah SWT
secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan
wujud dan kemahakuasaan-Nya. Karena Allah tidak terjangkau oleh
indera manusia maka dengan mengukapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera
manusia, manusia akan mampu memahami akan wujud dan kekuasaan Sang Maha Kuasa.
b. Al Istifham Al Taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan
langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang memang
sudah nyata, diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan
penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
c. Al Tajzi’at
Allah
mengungkapkan bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang menjadi argumentasi
dialektis untuk melemahkan lawan dan menetapkan suatu kebenaran.
Masing-masing dapat berdiri sendiri sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran
yang dimaksudkan.
d. Qiyas Al Khalaf
Dalam
bahasa indonesia ini disebut “analogi terbalik”. Dengan prosedur ini kebenaran
ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau berlawanan.
Sebab
dalam realitas kehidupan tidak dapat berkumpul dua hal yang berlawanan.
e. Al Tamsil
Allah
mengungkapkan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan
agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu
lebih melekat di sanubari “lawan”.
f. Al Muqabalat
Mempertentangkan
dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan
yang lainnya. Seperti halnya mempertentangkan antara Allah SWT
dengan berhala yang disembah orang-orang musyrik.
F. Metode
Berdebat yang diTempuh Al-Qur’an
al-Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan para
penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat
dimengerti kalangan awam dan orang ahli.
al-Qur’an tidak menempuh metode yang dipegang teguh
oleh para ahli kalam yang memerlukan adanya muqadimmah (premis) dan nafiah
(kongklusi), seperti dengan cara beristidlal (inferensi) dengan sesuatu yang
bersifat kully (universal) atas yang juz’iy (partial) dalam qias syumul,
beristidlal dengan salah satu dua juz’iyat yang lain dalam qias tamtsil, atau
beristidlal dengan juz’iyat kullly dalam kias istiqra. Hal itu disebabkan:
a. al-Qur’an
datang dalam bahasa Arab dan menyeru mereka dengan bahasa yang mereka ketahui.
b. Bersandar
pada fitrah jiwa, yang percaya kepada apa yang disaksikan dan dirasakan, tanpa
perlu penggunaan pemikiran mendalam dalam beristidlal adalah lebih kuat
pengaruhnya dan lebih efrktif hujjahnya.
c.
Meninggalkan pembicaraan yang jelas, dan mempergunakan
tutur kata yang pelik, merupakan kerancuan dan teka-teki yang hanya dapat
dimengerti kalangan ahli (khas). Cara demikian yang biasa ditempuh para ahli
mantiq (logika) ini tidak sepenuhnya benar. Karena itu dalil-dalil tentang
tauhid dan hidup kembali di akhirat yang diungkapkan dalam al-Qur’an merupakan
dalalah tertentu yang dapat memberikan makna yang ditunjuknya secara otomatis
tanpa harus memasukannya ke dalam qadiyah kulliyah (universal posisition).[10]
Berkata Az-Zarkassyi:[11]
”Ketahuilah bahwa al-Qur’an telah mencakup segala macam dalil dan bukti. Tidak
ada satu dalil pun, satu bukti atau definisi-definisi mengenai sesuatu, baik
berupa persepsi akal maupun dalil naql yang universal, kecuali telah
dibicarakan oleh kitabullah. Tetapi Allah mengemukakannya sejalan dengan
kebiasaan-kebiasaan bangsa Arab, tidak menggunakan metode-metode berfikir ilmu
kalam yang rumit, karena dua hal :
Pertama, mengingat firman-Nya dalam Surat Ibrahim
ayat 4:
”Dan kami
mengutus seseorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya.”
Kedua, bahwa
orang yang cenderung menggunakan argumentasi pelik dan rumit itu sebenarnya
tidak sanggup menegakkan hujjah dengan kalam agung. Sebab, orang yang mampu
memberikan pengertian(persepsi) tentang sesuatu dengan cara lebih jelas yang
bisa di pahami sebagian besar orang, tentu tidak perlu melangkah ke cara yang
lebih kabur, rancu dan berupa teka-teki yang hanya dipahami oleh segelintir
orang.
G. Macam-Macam
Perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya
a.
Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang
disertai perintah melakukan perintah dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi
penetapan dasar-dasar aqidah seperti ketauhidan Allah keimanan kepada malaikat
dan sebagainya. Allah berfirman yang
berbunyi :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ
مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ
مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ فَلَا
تَجْعَلُوا لِلَّهِ
أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa”
“Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui”. (Q.s Al Baqarah ayat 21-22)
b.
Membungkam lawan bicara dengan mengajukan
pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima oleh akal agar
mengakui apa yang di ingkari. (Q.s At Thur : 35-43)
c.
Mengambil dalil dengan mabda’ ( asal mula
kejadian) untuk menetapkan ma’ad (hari kebangkitan). (Q.s Qaf : 15. Al Qiyamah:
36-40. dan At Thariq : 5-8).
d.
Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan
(kebenaran) kebalikannya. Firman Allah dalam Surat Al An’am ayat 91 :
Dan mereka
tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka
berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. Katakanlah:
“Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya
dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian
besarnya, Padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu
tidak mengetahui(nya)?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian
(sesudah kamu menyampaikan al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka
bermain-main dalam kesesatannya
e.
Menghimpun dan merinci, yakni menghimpu beberapa
sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah illah atau alasan
hukum. (Q.s Al An’am : 143-144).
f.
Menggabungkan lawan dan mematahkan hujahnya
dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakan itu menimbulkan suatu
pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. (Q.s Al An’am: 100-101.)[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadal adalah berdebat
dengan menggunakan hujjah dan orang yang berdebat itu saling bersaing dan
mengalahkan argumen lawannya. Sedangkan yang dimaksud Jadal al-Qur'an adalah
pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil dalil yang terkandung di
dalamnya. Jadal dibagi menjadi 2 macam yakni Jadal yang terpuji (al Jadal al
Mamduh) dan juga Jadal yang tercela (al Jadal al Mazdmum). Bentuk jadal al
Qur’an Menurut Manna' al-Qathan dalam bukunya "Mabahits fii Ulumi
al-Qur'an", beliau menyebutkan pembagian argumentasi dalam dua bentuk
yaitu :
a.
Penyebutan Alam semesta untuk memperkuat
dalil-dalil yang mengarah kepada Aqidah yang benar dalam kepercayaan, Iman
kepada Allah SWT, Malaikatnya Kitab-kitab Suci, Rasul-rasulnya, dan Hari Akhir.
b. Menolak
argumen-argumen yang salah dari para penyeleweng.
Tujuan
dari Jadal al-Qur'an antara lain untuk menetapkan aqidah tentang wujud dan
wahdaniyah Allah serta petunjuk dan syari'ah bagi yang membutuhkan. Jadal
al-Qur'an dengan memahaminya dapat membantu menghampiri kebenaran kandungan,
khususnya ayat-ayat yang bermuatan Jadal yang pernah terjadi di antara berbagai
kalangan yang terekam di dalam al-Qur'an. Dengan memahami Jadal al-Qur'an, akan
lebih memudahkan dalam menafsirkan ayat- ayat al-Qur'an.
Sedangkan
metode al-Qur’an dalam berdebat antara lain Al Ta’rifat, Al Istifham Al Taqriri, Al Tajzi’at, Qiyas Al Khalaf,
Al Tamsil, Al Muqabalat. Metode yang seperti ini Allah
membolehkan (menyuruh) mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan cara yang
baik dan juga santun yang dapat melemahkan pikiran dan sikap mereka yang kasar.
B. Saran
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk menjadi
sempurna kami membutuhkan masukan dari
pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk
memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tim
Prima Pena. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Baru. Jakarta: Gita Media Press.
Manna' Khalil al-Qaththan. 1997. Mabdhitsfi
uluum al-Qur'an. Beirut: Mansyurat at-Ashr.
Manna’
Khalil al-Qattan. 2013.
Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. Bogor : Litera Antar Nusa.
Qardawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an
bicara tentang akal dan ilmu pengetahuan. Jakarta : Gema Insani.
Zahrah, Abu. 1970. Al-Mu'jizat
al Kubra. Beirut: Dar al Fikr.
[1] Tim Prima
Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Baru,( Jakarta: Gita Media Press,1995) hal 214
[2] Manna' Khalil al-Qaththan Mabdhitsfi
ulum al-Qur'an(Beirut: Mansyurat at-Ashr, 1977) hal 298
[3] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah;
Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Halim
Jaya, Jakarta, 2002. hal 426
[4] Manna'
al-Qathan, Mabahits fi 'ulumil qur`an , (Riyadl: Mansyurat al-'Ashri
al-Haditsah,),
hal.
298
[5] al-Alamaiy Manahij al-Jadal
fi al-qur'an al-Karim, hal. 21
[6] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah;
Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar
Nusa,Bogor,2013.hal 426
[7] al-Alamaiy Manahij al-Jadal
fi al-qur'an al-Karim, hal. 69-85
[8] Yusuf Qardawi, al
qur’an bicara tentang akal dan ilmu pengetahuan (Jakarta :Gema
Insani,1998)hal.152
[9] Abu Zahrah , Al-Mu'jizat al
Kubra, (Beirut: Dar al Fikr, 1970) hal. 371-387
[10] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah;
Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Bogor,
2013. hal 426-427
[11] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah;
Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera AntarNusa, Bogor,
2013. hal 429
[12] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah;
Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera
AntarNusa,Bogor,2013.hal 430
Tidak ada komentar:
Posting Komentar