Rabu, 30 November 2016

JADAL DALAM AL-QUR'AN




MAKALAH
 “JADAL DALAM AL-QUR’AN”
(Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an)



Dosen Pembimbing :
Ahmad Ma’ruf,S.PdI.,M.PdI
Disusun Oleh :
Kelompok 13
1.         Fitri Nur Islamiyah                          (201686010028)
2.         Dwita Maya Indah Nurhayati                      (201686010017)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat taufik serta hidayah-Nya sehingga terwujud makalah ULUMUL QUR’AN yang bertemakan “Mengenal Jadal dalam Al-Qur’an”. Kami juga  berterima kasih kepada Bapak Ahmad Ma’ruf  selaku Dosen pembimbing kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih mendalam. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal segi lainnya. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu harapan besar jika adanya kritik, saran dan juga usulan yang membangun demi sempurnanya makalah yang telah di buat di masa yang akan datang karena tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya kritik dan juga saran yang membangun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan Ulumul Qur’an . Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu memberikan petunjuk kepada kita dalam pembuatan generasi yang berakhlakul karimah, cinta bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amiin.


Sengonagung, 07 Oktober 2016


Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Pembelajaran
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jadal
B.     Tujuan Jadal dalam Al-Qur’an
C.     Macam – Macam Jadal dalam Al-Qur’an
D.    Bentuk – Bentuk Jadal dalam Al-Qur’an
E.     Metode Al-Qur’an dalam Berdebat
F.      Metode Berdebat yang diTempuh Al-Qur’an   
G.    Macam-Macam Perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
al-Qur'an merupakan kitab suci yang berisi kebenaran jelas, terperinci yang menjangkau segala aspek kehidupan duniawi maupun ukhrowi yang tidak ada keraguan didalamnya. Hal ini terlihat jelas ketika masa kejayaan Islam yang dibangun berlandaskan al-Qur'an. Namun banyak manusia yang mengingkari keabsahannya sehingga hatinya dipenuhi kesombongan dan menyatakan dirinya mengimani namun hanya sebagai ucapan tetapi dalam hatinya ia mengingkari. al-Qur'an merupakan mukzizat yang terbesar yang dibawa oleh nabi Muhammad saw untuk memberikan petunjuk serta kabar kepada umatnya.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian Jadal al-Qur’an ?
b.      Apa saja Macam – Macam Jadal al-Qur’an ?
c.       Apakah tujuan dari Jadal al-Qur’an?
d.      Metode apakah yang digunakan dalam Jadal al-Qur’an?
C.     Tujuan Pembelajaran
a.       Untuk mengetahui pengertian dari jadal Quran.
b.   Agar mengetahui Tujuan dari jadal Qur’an
c.   Agar mengetahui dan memahami kebenaran yang dituangkan dalam al-Qur’an dengan metode – metode yang telah ada

 








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jadal
Jadal dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan debat. Debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.[1]
Secara bahasa jadal berasal dari kata جَدَلَ يَجْدُلُجُدُوْلًا
Jadal dalam arti bahasa adalah “Kusut", dan menurut Istilah yakni Perdebatan dalam suatu masalah dan berargumen untuk memenangkan perdebatan ( menemui kebenaran ).[2]
Adapun secara istilah Jadal atau Jidal adalah Bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan.[3]
Manna' al-Qathan di dalam Mabahits fi 'Ulumil Qur`an berkata[4]:
Jadal atau jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jadal adalah suatu bentuk tukar fikiran dalam bentuk dialog, diskusi, debat dan lain sebagainya. Dengan kata lain Jadal adalah suatu tindakan dengan cara bertukar fikiran yang bertujuan untuk menyatakan suatu hal yang dianggap benar dengan mengemukakan argument atau pendapat agar pendapat kita tersebut bisa diterima pihak atau lawan bicara (pendengar).
Sedangkan yang dimaksud Jadal al-Qur'an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil dalil yang terkandung untuk dihadapkan pada orang-orang kafir dan untuk mematahkan argumentasi para penentang dengan seluruh tujuan dan maksud mereka sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.[5]


Allah SWT telah berfirman dalam al-Qur'an Surat Al-Kahfi Ayat  54
وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَ يْءٍ جَدَلًا
" Dan manusia itu sering kali membantah ( berdebat )"
Oleh sebab itu dalam ayat yang lain Allah swt juga memerintahkan untuk berdebat dengan orang-orang yang melawan Islarn dengan cara yang santun atau baik, yaitu dalam Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
" Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan Hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik".
Di samping itu Allah memperbolehkan juga ber-munazarah (berdiskusi) dengan Ahli kitab dengan cara yang baik. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Ankabut ayat 46 :
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
"Dan janganlah kamu membantah terhadap Ahli Kitab, kecuali dengan bantahan yang lebih baik. "
Munazarah demikian bertujuan untuk menampakkan hak (kebenaran sejati) dan menegakkan hujjah atas validitasnya. Itulah esensi metode jadal al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penentang al-Qur’an.[6]
Itulah beberapa contoh cara perdebatan yang santun yang disampaikan Allah SWT dalam al-Qur'an yang suci.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Kahfi ayat 56 :
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ
 وَاتَّخَذُوا آَيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا
"Dan orang-orang kafir membantah dengan yang batil, agar dengan demikian mereka dapat menolak yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan Kami terhadap mereka sebagai olok-olok."
Dari beberapa ayat di atas, jadal (debat) dalam al-Qur’an, terdiri atas dua kelompok. Pertama, debat yang dilontarkan Allah kepada para penentang-Nya. Dalam hal ini, Rasul sebagai pengemban Risalah-Nya, mendebat dan membantah para pengusung kebatilan dengan cara yang hikmah dan mengandung pelajaran serta bahasa yang lembut. Kedua, debat yang dilontarkan oleh orang-orang kafir, mereka bermaksud mematahkan dan mengalahkan al-Qur’an dengan cara membantah kebenarannya melalui aneka hujjah dan berbagai argumen batil.
B.     Tujuan Jadal Al-Qur’an
Jadal al-Qur'an memiliki berbagai tujuan, yang dapat ditangkap dari ayat-ayat al-Qur'an yang mengandung atau yang bemuansa Jadal, di antaranya adalah :
a.       Sebagai jawaban untuk mengungkapkan kehendak Allah dalam rangka penetapan dan pembenaran aqidah dan qaidah syari’ah dari persoalan-persoalan yang dibawa dan dihadapi para Rasul, Nabi dan orang-orang shaleh. Sekaligus sebagai bukti-bukti dan dalil-dalil yang dapat mematahkan dakwah dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia sehingga menjadi jelas jalan dan petunjuk ke arah yang benar.  (Q.s al-Syu'ara'/26: 10-51)
b.      Sebagai layanan dialog bagi kalangan yang memang benar-benar ingin tahu ingin mengkaji sesuatu persoalan secara nalar yang rasional atau melalui ibarat maupun melalui do’a. Dari dialog-dialog tersebut, kemudian hasilnya dapat dijadikan pegangan, nasehat dan semacamnya. Untuk tujuan seperti ini dapat dijadikan pedoman contohnya adalah penjelasan Allah SWT atas persoalan kegelisahan Nabi Ibrahim a.s. yang ingin menambah keyakinannya dan ketenangannya dengan mengetahui bagaimana Allah menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati. (Q.S al-Baqarah/2 :260)
c.       Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumentasi orang kafir yang sering mengajukan pertanyaan atau permasalahan dengan jalan menyembunyikan kebenaran yang memang disinyalir dalam al-Qur'an Wajaadiluu bi al Baathil liyudhiduu bihi al haq (Q.s al-Mukminun/23 : 81-83).[7]
C.     Macam – Macam Jadal dalam Al-Qur’an
Secara umum, Jadal al-Qur’an dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori
a.       Pertama : Jadal yang terpuji (al Jadal al Mamduh) adalah suatu debat yang dilandasi niat yang ikhlas dan murni dengan cara-cara yang damai untuk mencari dan menemukan kebaikan dan kebenaran.
b.      Kedua: Jadal yang tercela (al Jadal al Mazdmum) adalah setiap debat yang menonjolkan kebathilan atau dukungan atas kebathilan itu. Jadal al madzmum ini ada yang dilakukan dalam bentuk debat tanpa landasan keilmuan.[8] salah satu contoh jadal jenis ini ada dalam (Q.s. Al-Hajj: 3 dan 8)
D.    Bentuk-Bentuk Jadal dalam Al-Qur'an
Menurut Manna' al-Qathan dalam bukunya "Mabahits fii Ulumi al-Qur'an", beliau menyebutkan pembagian argumentasi dalam dua bentuk yaitu :
a.       Penyebutan Alam semesta untuk memperkuat dalil-dalil yang mengarah kepada Aqidah yang benar dalam kepercayaan yakni beriman kepada Allah SWT.
b.       Menolak argumen-argumen yang salah dari para penyeleweng.
Didalam kitab Al-Itqon fii Ulumil Qur'an, lmam syuyuti menyebutkan beberapa hal yang termasuk dalam bentuk Jadal diantaranya:
·         .Al-Isyjal yaitu meletakkan kata yang menunjuk kepada lawan bicara dan juga apa yang dibicarakan. Contohnya dalam firman Allah dalam Surat Ali Imron ayat194.
·         Al-Intiqol yaitu memindahkan argument yang dijadikan dalil kearah argument yang tidak dapat diikuti sehingga didalam perdebatan kadang argument tidak dimengerti maksudnya oleh lawan.
·         Munaqodhoh, yaitu menggantungkan sesuatu dengan hal yang mustahil, yang mengisyaratkan kemungkinan terjadi.
E.     Metode Al-Qur’an dalam Berdebat
Adapun mengenai metode yang ditempuh Jadal al-Qur'an, para ulama pada dasarnya sama saja. Allah membolehkan (menyuruh) mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan cara yang baik dan juga santun yang dapat melemahkan pikiran dan sikap mereka yang kasar.
Sedangkan metode-metode al-Qur’an dalam berdebat adalah.[9]
a.       Al Ta’rifat
Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Karena Allah tidak terjangkau oleh indera manusia maka dengan mengukapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami akan wujud dan kekuasaan Sang Maha Kuasa.
b.      Al Istifham Al Taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang memang sudah nyata, diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
c.        Al Tajzi’at
Allah mengungkapkan bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan dan menetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan.
d.      Qiyas Al Khalaf
Dalam bahasa indonesia ini disebut “analogi terbalik”. Dengan prosedur ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau berlawanan. Sebab dalam realitas kehidupan tidak dapat berkumpul dua hal yang berlawanan.
e.        Al Tamsil
Allah mengungkapkan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari “lawan”.
f.       Al Muqabalat
Mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti halnya mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah orang-orang musyrik.
F.      Metode Berdebat yang diTempuh Al-Qur’an
al-Qur’an Al-Karim dalam berdebat dengan para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli.
al-Qur’an tidak menempuh metode yang dipegang teguh oleh para ahli kalam yang memerlukan adanya muqadimmah (premis) dan nafiah (kongklusi), seperti dengan cara beristidlal (inferensi) dengan sesuatu yang bersifat kully (universal) atas yang juz’iy (partial) dalam qias syumul, beristidlal dengan salah satu dua juz’iyat yang lain dalam qias tamtsil, atau beristidlal dengan juz’iyat kullly dalam kias istiqra. Hal itu disebabkan:
a.       al-Qur’an datang dalam bahasa Arab dan menyeru mereka dengan bahasa yang mereka ketahui.
b.      Bersandar pada fitrah jiwa, yang percaya kepada apa yang disaksikan dan dirasakan, tanpa perlu penggunaan pemikiran mendalam dalam beristidlal adalah lebih kuat pengaruhnya dan lebih efrktif hujjahnya.
c.       Meninggalkan pembicaraan yang jelas, dan mempergunakan tutur kata yang pelik, merupakan kerancuan dan teka-teki yang hanya dapat dimengerti kalangan ahli (khas). Cara demikian yang biasa ditempuh para ahli mantiq (logika) ini tidak sepenuhnya benar. Karena itu dalil-dalil tentang tauhid dan hidup kembali di akhirat yang diungkapkan dalam al-Qur’an merupakan dalalah tertentu yang dapat memberikan makna yang ditunjuknya secara otomatis tanpa harus memasukannya ke dalam qadiyah kulliyah (universal posisition).[10]
Berkata Az-Zarkassyi:[11] ”Ketahuilah bahwa al-Qur’an telah mencakup segala macam dalil dan bukti. Tidak ada satu dalil pun, satu bukti atau definisi-definisi mengenai sesuatu, baik berupa persepsi akal maupun dalil naql yang universal, kecuali telah dibicarakan oleh kitabullah. Tetapi Allah mengemukakannya sejalan dengan kebiasaan-kebiasaan bangsa Arab, tidak menggunakan metode-metode berfikir ilmu kalam yang rumit, karena dua hal :
Pertama, mengingat firman-Nya dalam Surat Ibrahim ayat 4:
Dan kami mengutus seseorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya.”
Kedua, bahwa orang yang cenderung menggunakan argumentasi pelik dan rumit itu sebenarnya tidak sanggup menegakkan hujjah dengan kalam agung. Sebab, orang yang mampu memberikan pengertian(persepsi) tentang sesuatu dengan cara lebih jelas yang bisa di pahami sebagian besar orang, tentu tidak perlu melangkah ke cara yang lebih kabur, rancu dan berupa teka-teki yang hanya dipahami oleh segelintir orang.
G.    Macam-Macam Perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya
a.       Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perintah dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar aqidah seperti ketauhidan Allah keimanan kepada malaikat dan sebagainya. Allah berfirman  yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
 وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ
أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ  
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui”. (Q.s Al Baqarah ayat 21-22)
b.      Membungkam lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima oleh akal agar mengakui apa yang di ingkari. (Q.s At Thur : 35-43)
c.       Mengambil dalil dengan mabda’ ( asal mula kejadian) untuk menetapkan ma’ad (hari kebangkitan). (Q.s Qaf : 15. Al Qiyamah: 36-40. dan At Thariq : 5-8).
d.      Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikannya. Firman Allah dalam Surat Al An’am ayat 91 :
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, Padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya
e.      Menghimpun dan merinci, yakni menghimpu beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah illah atau alasan hukum. (Q.s Al An’am : 143-144).
f.        Menggabungkan lawan dan mematahkan hujahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakan itu menimbulkan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. (Q.s Al An’am: 100-101.)[12]











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jadal adalah berdebat dengan menggunakan hujjah dan orang yang berdebat itu saling bersaing dan mengalahkan argumen lawannya. Sedangkan yang dimaksud Jadal al-Qur'an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil dalil yang terkandung di dalamnya. Jadal dibagi menjadi 2 macam yakni Jadal yang terpuji (al Jadal al Mamduh) dan juga Jadal yang tercela (al Jadal al Mazdmum). Bentuk jadal al Qur’an Menurut Manna' al-Qathan dalam bukunya "Mabahits fii Ulumi al-Qur'an", beliau menyebutkan pembagian argumentasi dalam dua bentuk yaitu :
a.       Penyebutan Alam semesta untuk memperkuat dalil-dalil yang mengarah kepada Aqidah yang benar dalam kepercayaan, Iman kepada Allah SWT, Malaikatnya Kitab-kitab Suci, Rasul-rasulnya, dan Hari Akhir.
b.      Menolak argumen-argumen yang salah dari para penyeleweng.
            Tujuan dari Jadal al-Qur'an antara lain untuk menetapkan aqidah tentang wujud dan wahdaniyah Allah serta petunjuk dan syari'ah bagi yang membutuhkan. Jadal al-Qur'an dengan memahaminya dapat membantu menghampiri kebenaran kandungan, khususnya ayat-ayat yang bermuatan Jadal yang pernah terjadi di antara berbagai kalangan yang terekam di dalam al-Qur'an. Dengan memahami Jadal al-Qur'an, akan lebih memudahkan dalam menafsirkan ayat- ayat al-Qur'an.
Sedangkan metode al-Qur’an dalam berdebat antara lain Al Ta’rifat, Al Istifham Al Taqriri, Al Tajzi’at, Qiyas Al Khalaf, Al Tamsil, Al Muqabalat. Metode yang seperti ini Allah membolehkan (menyuruh) mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan cara yang baik dan juga santun yang dapat melemahkan pikiran dan sikap mereka yang kasar.
B.     Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk menjadi sempurna kami  membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Prima Pena. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru. Jakarta: Gita Media Press.
Manna' Khalil al-Qaththan. 1997. Mabdhitsfi uluum al-Qur'an. Beirut: Mansyurat at-Ashr.
Manna’ Khalil al-Qattan. 2013. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. Bogor : Litera Antar Nusa.
Qardawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an bicara tentang akal dan ilmu pengetahuan. Jakarta : Gema Insani.
Zahrah, Abu. 1970.  Al-Mu'jizat al Kubra. Beirut: Dar al Fikr.


[1] Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru,( Jakarta: Gita Media Press,1995) hal 214
[2] Manna' Khalil al-Qaththan Mabdhitsfi ulum al-Qur'an(Beirut: Mansyurat at-Ashr, 1977) hal 298
[3] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Halim Jaya, Jakarta, 2002. hal 426
[4] Manna' al-Qathan, Mabahits fi 'ulumil qur`an , (Riyadl: Mansyurat al-'Ashri al-Haditsah,),
hal. 298
[5] al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi al-qur'an al-Karim, hal. 21
[6] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa,Bogor,2013.hal 426
[7] al-Alamaiy Manahij al-Jadal fi al-qur'an al-Karim, hal. 69-85
[8] Yusuf Qardawi, al qur’an bicara tentang akal dan ilmu pengetahuan (Jakarta :Gema Insani,1998)hal.152
[9] Abu Zahrah , Al-Mu'jizat al Kubra, (Beirut: Dar al Fikr, 1970) hal. 371-387
[10] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera Antar Nusa, Bogor, 2013. hal 426-427
[11] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera AntarNusa, Bogor, 2013. hal 429
[12] Manna’ Khalil al-Qattan(trjmah; Drs, Mudzakir AS), Studi Ilmu-ilmu a-Qur’an, Litera AntarNusa,Bogor,2013.hal 430
 


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar