Sabtu, 25 November 2017

JUAL BELI VALUTA ASING


“JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM”
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas semester mata kuliah Masailul Fiqhiyah)


logo.jpg


Dosen Pembimbing :
M. Jamhuri, Drs. M.PdI

Disusun Oleh :
Fitri Nur Islamiyah                  (201686010028)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2017

 KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat taufik serta hidayah-Nya sehingga terwujud Makalah Masailul Fiqhiyah yang bertemakan “Jual Beli Valuta Asing dan Saham”. Kami juga  berterima kasih kepada Bapak M. Jamhuri, Drs. M.PdI selaku Dosen pembimbing kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih mendalam. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal segi lainnya. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu harapan besar jika adanya kritik, saran dan juga usulan yang membangun demi sempurnanya makalah yang telah di buat di masa yang akan datang karena tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya kritik dan juga saran yang membangun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan Masailul Fiqhiyah. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu memberikan petunjuk kepada kita dalam pembuatan generasi yang berakhlakul karimah, cinta bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amiin.


Sengonagung, 26 November 2017



Penyusun



DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
C.     Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Valuta Asing.............................................................................................. 2
B.     Urgensi Valuta Asing................................................................................................... 3
C.     Bentuk-Bentuk Transaksi Valuta Asing....................................................................... 4
D.    Pandangan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Transaksi Valuta Asing.................... 6
E.     Pengertian Saham
F.       
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan...................................................................................................................
B.     Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
 BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Valuta Asing
Transaksi valuta asing merupakan frasa yang apabila dipecah akan memiliki makna sendiri-sendiri secara kebahasaan. Transaksi dapat diartikan persetujuan jual-beli (dalam perdagangan) antara dua pihak.[1] Valuta bearti alat pembayaran yang dijamin oleh cadangan emas atau perak yang ada di bank pemerintah atau nilai uang.[2] Kata asing mengacu kepada makna berasal dari luar (negeri, daerah dan lingkungan).[3]
Makna kebahasaan masing-masing kata tersebut belum dapat menghasilkan pemahaman yang tepat untuk konteks pembahasan ini. Justru itu, kata-kata tersebut harus dipahami dalam kapasitasnya sebagai frasa. Frasa valuta asing digunakan untuk menyebut alat pembayaran luar negeri. Penggunaan terakhir ini sering juga disebut dengan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri yang dapat ditukarkan dengan uang luar negeri.[4] Dari uraian tersebut dapat diformulasikan secara etimologis bahwa transaksi valuta asing bearti persetujuan jual-beli antara dua pihak terhadap dua atau lebih mata uang yang digunakan oleh dua negara atau lebih.
Secara terminologis, tidak ditemukan pengertian transaksi valuta asing. Akan tetapi, pengertian tersebut dapat dipahami melalui pengertian istilah pasar valuta asing atau foreign exchange market atau bursa valas. Memang istilah-istilah tersebut lebih mengacu kepada tempat,namun tidak mengkebiri pengertian transaksi yang ada didalamnya. Maksudnya, pengertian pasar sebagai tempat tidak terpisah dari pengertian transaksi jual beli.
Menurut Dahlan Siamat, pasar valuta asing atau foreign exchange market adalah suatu mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional, serta meminimalisir kemungkinan resiko kerugian akibat fluktuasi kurs suatu mata uang.[5] Salvatore mendefenisikan bahwa pasar valuta asing adalah suatu pasar atau tempat pertemuan individu, perusahaan, dan kalangan perbankan yang mengadakan jual-beli mata uang dari berbagai Negara.[6]
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa pasar valuta asing atau bursa valas atau foreign exchange market merupakan tempat berlansungnya suatu kegiatan yang khusus melakukan transaksi mata uang berbagai negara untuk kepentingan hubungan antar negara atau internasional. Dikatakan untuk ke pentingan hubungan antarnegara atau internasional adalah karena transaksi valuta asing akan menjadi suatu kemestian jika antarnegara melakukan interaksi, baik dalam bentuk perdagangan, pariwisata, dan lain-lain.
B.     Urgensi Valuta Asing
Jika ditinjau dari sisi ekonomi, suatu negara yang tidak mau membuka diri untuk bekerjasama dengan negara lain, tidak akan bisa lebih maju atau mengalami perkembangan. Bahkan, negara maju pun tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri tanpa melibatkan diri dengan negara lain. Amerika Serikat, misalnya tidak akan mampu menjalankan roda perekonomian tanpa ditunjang oleh BBM yang notabene diimpor dari negara lain.
Sesuai dengan ungkapan diatas, maka hubungan suatu negara dengan negara lain merupakan suatu kemestian. Bentuk hubungan tersebut beraneka ragam, misalnya perdagangan internasional dan pengiriman tenaga kerja luar negeri. Arus perdagangan internasional tidak hanya dibutuhkan oleh negara kurang berkembang atau negara berkembang. Atau sebaliknya, perdagangan internasional tersebut tidak hanya dibutuhkan oleh negara-negara maju yang memerlukan bahan mentah dari negara kurang berkembang dan negara berkembang.
Akan tetapi, setiap negara membutuhkan perdagangan internasional itu tanpa melihat status negaranya. Pernyataan ini sesuai dengan penjelasan Heilbroner yang diterjemahkan oleh Anas Sidik bahwa arus perdagangan itu terjadi juga antara dua atau lebih negara kaya, seperti Amerika, Eropa, Australia dan Jepang, disamping antara negara maju dengan negara kurang berkembang dan negara berkembang.[7]
Bentuk perdagangan internasional yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara. Kadang-kadang suatu negara memiliki sumber daya alam yang kaya, tetapi sumber daya itu justru dibutuhkan oleh negara lain. Perdagangan internasional terjadi untuk memenuhi kekurangan negara masing-masing atau lebih meningkatkan produksi ke arah yang lebih maju. Justru itu, bentuk perdagangan internasional, khususnya antara dua negara, lebih dimotivasi oleh perbedaan endowment dan taste, atau meningkatkan keuntungan dalam hal endowment dan taste yang sama.[8]
C.     Bentuk-Bentuk Transaksi Valuta Asing
Dilihat dari jenis transaksinya, maka transaksi valuta asing dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu transaksi spot (spot transaction), transaksi berjangka (forward transaction), dan transaksi barter (swap transaction).
1.         Transaksi Spot (Spot Transaction)
Transaksi spot, jika dipahami secara leksikal, memiliki banyak makna. Akan tetapi, makna yang relevan dengan konteks ini ada dua, yaitu tunai dan dengan segera. Jika merefren kepada makna leksikal itu, maka transaksi spot dapat diartikan sebagai transaksi yang penyerahannya dilakukan pada hari yang bersangkutan atau pada beberapa hari berikutnya. Pengertian transaction spot di atas sesuai dengan fenomena transaksi dewasa ini. Sehubungan dengan itu, transaksi spot dapat dilakukan dengan tiga cara yang dikenal dengan istilah value today, value tomorrow, dan value spot.[9]
Value today adalah transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan uangnya dilakukan pada tanggal atau hari yang sama dengan tanggal atau hari transaksi berlansung. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin, tanggal 15 April 2002, penyerahan uangnya juga dilakukan pada hari dan tanggal tersebut. Cara seperti ini sering juga disebut some day settlement dan cash settlement.
Value Tomorrow merupakan transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan uangnya dilakukan pada hari kerja berikutnya, tepatnya satu hari setelah transaksi dilakukan. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin, tanggal 15 April 2002, penyerahan uangnya dilakukan pada hari Selasa, tanggal 16 April 2002.
Berbeda dengan pengertian value today dan value tomorrow di atas, value spot adalah transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan uangnya dilakukan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin, tanggal 15 April 2014, penyerahan uangnya dilakukan pada hari Rabu, tanggal 17 April 2014.
2.         Transaksi Berjangka (Forward Transaction
Transaksi berjangka adalah transaksi mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain yang penyerahannya dilakukan pada waktu yang akan datang.[10] Makna waktu yang akan datang tersebut tidak sama dengan waktu yang dimaksud pada value spot dan value tomorrow di atas. Pada transaksi berjangka, waktunya, lebih lama dari itu. Biasanya, serah terima dalam transaksi berjangka dilakukan antara satu sampai dengan enam bulan berikutnya.[11]
Untuk lebih memahaminya, berikut ini akan dikemukakan contoh yang sederhana. Misalnya, ada dua pihak yang melakukan transaksi sejumlah mata uang. Keduanya telah menetapkan nilai kurs pada saat dilakukan kontrak (kurs forward tidak sama dengan kurs spot saat kontrak). Akan tetapi, penyerahannya dilakukan enam bulan berikutnya tanpa memperhatikan kemungkinan fluktuasi salah satu mata uang yang ditransaksikan tersebut.
Dengan cara ini, resiko kerugian karena fluktuasi mata uang dapat diperkecil. Manfaat seperti ini sangat dirasakan oleh suatu perusahaan yang sedang melakukan ekspor atau impor dengan pembayaran di masa yang akan datang. Akan tetapi, dalam transaksi ini, kemungkinan untuk melakukan spekulasi besar juga, apalagi salah satu pihak yang bersangkutan punya kemampuan untuk mempengaruhi nilai suatu mata uang. Misalnya, transaksi mata uang rupiah dengan dolar Amerika. Pada waktu kontrak disepakati bahwa kursnya US $ 1 banding Rp 12.000 (berbeda dengan kurs spot saat kontrak). Ternyata, enam bulan berikutnya terjadi fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika hingga mencapai US $ 1 banding Rp 12.500. Dalam peristiwa seperti ini, pihak pemegang rupiah akan mendapat keuntungan sebanyak selisih antara kurs sewaktu dilakukan kontrak dengan kurs spot enam bulan mendatang (sewaktu penyerahan). Atau, bisa saja terjadi sebaliknya, yaitu nilai mata uang rupiah yang menguat. Tentu saja, pihak yang memegang dolar akan mendapat keuntungan sebanyak selisih kurs yang bersangkutan.
3.         Transaksi Barter (Swap Transaction)
Transaksi barter (Swap Transaction) adalah transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda dengan cara kedua pihak melakukan kombinasi terhadap dua mata uang yang bersangkutan secara tunai yang diikuti dengan membeli dan menjual kembali mata uang yang sama secara tunai dan tunggak-tunai dan tunggak tersebut dilakukan secara simultan- dengan batas waktu yang berbeda-beda.[12]
Transaksi seperti ini banyak dilakukan oleh bank jika bank tersebut mengalami kelebihan jenis suatu mata uang. Misalnya, bank X mengalami kelebihan jenis mata uang yang disimpan oleh nasabah dalam bentuk deposito valuta asing US $, sedangkan kredit yang diberikan mayoritas mata uang rupiah. Untuk melakukan keseimbangan, bisa dilakukan transaksi barter.[13] Atau, transaksi seperti ini bisa dilakukan oleh perorangan kepada bank.
Transaksi seperti ini, di satu sisi sama dengan system gadai, tetapi disisi lain berbeda. Perbedaan yang dimaksud terletak pada keharusan salah satu pihak untuk membayar premi pada waktu transaksi mendatang.
D.    Pandangan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Transaksi Valuta Asing
Sepintas, transaksi valuta asing sama dengan transaksi jualbeli seperti biasanya dalam Islam. Maksudnya, jika jual-beli harus memenuhi unsur-unsur penting (rukun), seperti orang yang ber akad, sighat (ijab dan kabul), barang yang diperjualbelikan, dan alat tukar (yang digunakan dewasa ini adalah uang),[14] maka transaksi valuta asing juga memenuhi unsur tersebut. Akan tetapi, jika dicermati lebih jauh, maka akan terlihat perbedaan pada barang yang diperjualbelikan. Dalam transaksi valuta asing, yang diperjualbelikan adalah uang itu sendiri sehingga uang menempati dua posisi, yaitu sebagai alat tukar, sekaligus sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Dalam bahasa lain, transaksi valuta asing identik dengan jual-beli mata uang. Dalam literatur fikih, ternyata jenis jual-beli seperti ini dikenal dengan sharf. Sharf dimaksudkan sebagai jual-beli mata uang, baik sejenis maupun tidak. Lebih lanjut disebutkan bahwa sharf adalah jual-beli emas dengan emas, perak dengan perak, atau emas dengan perak dalam kapasitasnya sebagai mata uang.[15]
Agar jual-beli menjadi sah, sharf ini harus memenuhi empat syarat, yaitu:
1.    Saling serah-terima sebelum keduanya berpisah
2.    Memiliki kualitas yang sama
3.    Tidak boleh ada khiyar syarat
4.    Tidak boleh ada batasan waktu tertentu (al-ajl)
Empat syarat di atas bisa diringkas menjadi dua saja, yaitu serah-terima sebelum keduanya berpisah dan memiliki kualitas yang sama. Sementara, ketidakbolehan khiyar syarat dan ketidakbolehan al-ajl merupakan konsekuensi dari syarat pertama. Syarat-syarat tersebut didasarkan kepada hadis Rasulullah Saw berikut ini:
Ubadah bin al-Shamat berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “(jual-beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam haruslah sama dan tunai. Apabila yang diperjualbelikan itu berbeda, maka juallah sesuai dengan keinginanmu dengan syarat tunai”.
 Di samping hadis di atas, hadis yang senada juga diri wayatkan oleh Imam Malik dalam muwaththa’nya. Terjemahan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut: Dari Yahya yang diterimanya dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ Ibn Yasar, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tamar dengan tamar itu harus sama”. Lalu seseorang sahabat menceritakan kepada Nabi: “Sesungguhnya, ada seorang sahabat menukarkan satu sha’ kurma dengan dua sha’ kurma kepada orang Khaibar”, maka Rasulullah SAW bersabda: “Panggil dia ke sini”! maka sahabat tersebut memangilnya, Nabi mengajukan pertanyaan: “Betulkah engkau menukarkan satu sha’ kurma dengan dua sha’ kurma”, yang ditanya menjawab: “Wahai Rasulullah, mereka tidak mau menjual janib kepadaku dengan bayaran jam’u satu sha’ sama satu sha’. Rasulullah SAW bersabda: Juallah jam’u itu dengan dirham, kemudian belilah janib itu dengan dirham. (H.R. Malik)
Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami bahwa transaksi valuta asing dapat dibenarkan secara hukum jika syarat-syarat yang dikemukakan tersebut terpenuhi. Maksudnya, kedudukan hukum transaksi valuta asing dalam pandangan hukum Islam diperbolehkan sepanjang tidak keluar dari syarat-syarat yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, transaksi valuta asing itu memiliki tiga jenis spot, forward dan swap dan ketiga jenis tersebut memiliki spesifikasi yang signifikan jika ditinjau dari sisi hukum.
Oleh karena itu, berikut ini akan dikemukakan secara singkat aplikatif ketiga jenis tersebut guna menemukan spesifikasi masingmasingnya sehingga dapat dideteksi kedudukan hukumnya secara lebih tegas. Pertama, secara aplikatif, transaksi spot dapat digambarkan seperti berikut. Seseorang yang membutuhkan sejumlah dolar untuk membayar barang impor dari Amerika. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka seseorang tersebut harus membeli dolar di pasar valuta asing sejumlah yang diperlukan itu dengan kurs spot saat itu (si pembeli di satu pihak, pasar valuta asing di pihak lain).
Dalam transaksi spot ini, serah terima mata uang yang diperjualbelikan tersebut berlansung pada saat transaksi, atau setidaknya satu atau dua hari berikutnya. Perbedaan hari yang relatif sedikit ini tidak ada konsekuensinya terhadap kurs. Dari gambaran di atas, nampaknya tidak ada perbenturan den gan syarat-syarat sharf. Hal ini bearti, sekaligus merupakan pendapat penulis, bahwa transaksi valuta asing jenis spot transaction dibolehkan oleh hukum Islam. Di samping tidak bertentangan dengan syaratsyarat sharf itu, realitas menunjukkan bahwa transaksi valuta asing tersebut sangat urgen.
Kedua, forward transaction (transaksi berjangka) biasanya dilakukan untuk menghindari resiko fluktuasi kurs, khususnya pada waktu yang akan datang. Misalkan pengusaha Indonesia membutuhkan sejumlah dolar untuk membayar barang impor tiga bulan mendatang (sesuai dengan waktu kontrak dengan pihak pengimpor), sementara dia tidak bisa memperkirakan berapa besar kurs spot untuk tiga bulan mendatang itu. Agar terhindar dari fluktuasi kurs tersebut, dia melakukan transaksi forward untuk tiga bulan mendatang. Caranya, transaksi dilakukan hari ini, tetapi penyerahannya dilakukan pada tiga bulan mendatang. Kurs dalam transaksi ini tidak sama dengan kurs spot saat itu, tetapi lebih tinggi. Jika kurs spot rupiah terhadap dolar Rp 12.000/US $ 1, mungkin dalam kurs forward Rp 12.500/US $ 1. Di samping itu, pengusaha tersebut membayar uang muka maksimal sepuluh persen (10 %) dari jumlah yang ditransaksikan. Jika ditinjau dari dimensi hukum, maka pelaksanaan transaksi forward memiliki dua kelemahan. Pertama, adanya perbedaan harga antara spot dengan forward. Kedua, uang muka yang diberikan bisa hilang jika transaksi dibatalkan. Bentuk yang pertama termasuk dalam kategori riba dan jual beli bersyarat, sedangkan bentuk kedua dapat dikategorikan ke dalam bentuk jual beli urban . Baik bentuk pertama maupun bentuk kedua, semuanya sama-sama dilarang dalam Islam.
Ketiga, jenis transaksi terakhir, adalah transaksi barter (swap transaction). Berikut, akan digambarkan secara sederhana. Seorang pengusaha memiliki dolar dalam jumlah tertentu, sementara dia sangat membutuhkan rupiah. Satu tahun ke depan, dia membutuhkan dolar itu kembali. Oleh karena itu, dia menukarkan dolar dengan rupiah kepada salah satu bank sesuai dengan kurs spot waktu itu, dengan syarat bahwa satu tahun ke depan (pada tanggal yang ditetapkan) dolar tersebut harus dikembalikan oleh bank dengan kurs yang sama dengan kurs spot saat transaksi. Pihak bank menyetujui syarat tersebut dengan ketentuan bahwa pengusaha itu harus membayar premi dalam prosentase tertentu dari rupiah yang diterimanya, misalnya 8 % dari jumlah rupiah yang diterimanya. Justru itu, untuk mendapatkan dolar dalam jumlah yang sama pada satu tahun mendatang, pengusaha tersebut harus menyediakan uang rupiah sebanyak yang diterima sebelumnya, ditambah dengan persentase yang ditentukan itu. Jika dicermati dari dimensi hukum, transaksi ini termasuk kepada jual-beli al-ajl di samping mengandung riba. Dengan mengacu kepada syarat-syarat sharf di atas, maka transaksi swap ini tidak bisa dibenarkan. Dengan demikian, transaksi ini mengandung kelemahan secara hukum, yaitu mengandung unsur riba dan melanggar salah satu syarat sharf, yaitu al-ajl .



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Uraian di atas menunjukkan bahwa tidak semua jenis transaksi valuta asing yang bisa dibenarkan secara hukum Islam. Satu-satunya yang bisa diterima dalam praktek muamalah Islam adalah transaksi valuta asing jenis spot. Sementara, dua jenis lainnya –forward dan swap- mengandung kelemahan.
Transaksi forward dan swap hanya dibenarkan dalam kondisi darurat karena hukum asalnya haram. Akan tetapi, besar kemungkinan kondisi darurat ini tidak akan pernah terjadi. Hal ini disebabkan oleh urgensi transaksi valuta asing dalam kaitannya dengan hubungan internasional sudah bisa dipenuhi oleh transaksi spot. Justru itu, tidak ada alasan yang kuat untuk membenarkan transaksi forward dan swap ini.
B.     Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk menjadi sempurna kami  membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
Salvatore Dominock. International Economics. New Jersey: Prentice-Hall. 1996.
Jamali, Ahmad. Dasar-Dasar Keuangan Internasional.Yogyakarta: BPEF. 1998.
Husnan Suad. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. Yogyakarta: BPFE.1996.
Anas Sidik. Terbentuknya Masyarakat Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.1996.
Depdikbud. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1994.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: FEUI. 1999.



[1] Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal 1070.
[2] Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, hal 1116.
[3] Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, hal 61.
[4] Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, hal 229.
[5] Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 1999), hal 178.
[6] Dominock Salvatore, International Economics, (New Jersey: Prentice-Hall, 1996), hal 339.
[7] Anas Sidik, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal 18.
[8] Endowment diartikan pola produksi dan taste diartikan pola konsumsi. Untuk lebih mendalaminya, baca Harry Waluya, Ekonomi Internasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal 62-74.
[9] Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 1999), hal 181-182.
[10] Ahmad Jamali, Dasar-Dasar Keuangan Internasional, (Yogyakarta: BPEF, 1998), hal 46.
[11] Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Yogyakarta: BPFE, 1996), hal 190.
[12] Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, hal 27.
[13] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal 215-216.
[14] Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hal 828.
[15] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsik, Dar al-Fikr, 1989), hal 636.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar