“JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM”
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas semester mata kuliah Masailul
Fiqhiyah)
Dosen Pembimbing :
M. Jamhuri, Drs. M.PdI
Disusun Oleh :
Fitri Nur Islamiyah (201686010028)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS
YUDHARTA PASURUAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat taufik serta
hidayah-Nya sehingga terwujud Makalah Masailul Fiqhiyah yang bertemakan “Jual
Beli Valuta Asing dan Saham”. Kami juga berterima kasih
kepada Bapak M. Jamhuri, Drs.
M.PdI selaku Dosen pembimbing kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam
menambah wawasan serta pengetahuan yang lebih mendalam. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangannya,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal segi lainnya. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu harapan
besar jika adanya kritik, saran dan juga usulan yang membangun demi sempurnanya
makalah yang telah di buat di masa yang akan datang karena tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa adanya kritik dan juga saran yang membangun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
Masailul Fiqhiyah. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu
memberikan petunjuk kepada kita dalam pembuatan generasi yang berakhlakul
karimah, cinta bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amiin.
Sengonagung, 26 November 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar......................................................................................................................... i
Daftar
Isi.................................................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................................ 1
C.
Tujuan
Penulisan.......................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Valuta Asing.............................................................................................. 2
B.
Urgensi
Valuta Asing................................................................................................... 3
C.
Bentuk-Bentuk
Transaksi Valuta Asing....................................................................... 4
D. Pandangan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Transaksi Valuta Asing.................... 6
E. Pengertian Saham
F.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Valuta Asing
Transaksi valuta asing merupakan frasa yang apabila dipecah akan
memiliki makna sendiri-sendiri secara kebahasaan. Transaksi dapat diartikan
persetujuan jual-beli (dalam perdagangan) antara dua pihak.[1]
Valuta bearti alat pembayaran yang dijamin oleh cadangan emas atau perak yang
ada di bank pemerintah atau nilai uang.[2]
Kata asing mengacu kepada makna berasal dari luar (negeri, daerah dan
lingkungan).[3]
Makna kebahasaan masing-masing kata tersebut belum dapat menghasilkan
pemahaman yang tepat untuk konteks pembahasan ini. Justru itu, kata-kata
tersebut harus dipahami dalam kapasitasnya sebagai frasa. Frasa valuta asing
digunakan untuk menyebut alat pembayaran luar negeri. Penggunaan terakhir ini
sering juga disebut dengan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri yang dapat
ditukarkan dengan uang luar negeri.[4]
Dari uraian tersebut dapat diformulasikan secara etimologis bahwa transaksi
valuta asing bearti persetujuan jual-beli antara dua pihak terhadap dua atau
lebih mata uang yang digunakan oleh dua negara atau lebih.
Secara terminologis, tidak ditemukan pengertian transaksi valuta
asing. Akan tetapi, pengertian tersebut dapat dipahami melalui pengertian
istilah pasar valuta asing atau foreign exchange market atau bursa valas.
Memang istilah-istilah tersebut lebih mengacu kepada tempat,namun tidak
mengkebiri pengertian transaksi yang ada didalamnya. Maksudnya, pengertian
pasar sebagai tempat tidak terpisah dari pengertian transaksi jual beli.
Menurut Dahlan Siamat, pasar valuta asing atau foreign exchange
market adalah suatu mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli antar
negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan
internasional, serta meminimalisir kemungkinan resiko kerugian akibat fluktuasi
kurs suatu mata uang.[5]
Salvatore mendefenisikan bahwa pasar valuta asing adalah suatu pasar atau
tempat pertemuan individu, perusahaan, dan kalangan perbankan yang mengadakan
jual-beli mata uang dari berbagai Negara.[6]
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa
pasar valuta asing atau bursa valas atau foreign exchange market merupakan
tempat berlansungnya suatu kegiatan yang khusus melakukan transaksi mata uang
berbagai negara untuk kepentingan hubungan antar negara atau internasional.
Dikatakan untuk ke pentingan hubungan antarnegara atau internasional adalah
karena transaksi valuta asing akan menjadi suatu kemestian jika antarnegara
melakukan interaksi, baik dalam bentuk perdagangan, pariwisata, dan lain-lain.
B.
Urgensi
Valuta Asing
Jika ditinjau dari sisi ekonomi, suatu negara yang tidak mau
membuka diri untuk bekerjasama dengan negara lain, tidak akan bisa lebih maju
atau mengalami perkembangan. Bahkan, negara maju pun tidak mampu memenuhi
kebutuhan dalam negerinya sendiri tanpa melibatkan diri dengan negara lain.
Amerika Serikat, misalnya tidak akan mampu menjalankan roda perekonomian tanpa
ditunjang oleh BBM yang notabene diimpor dari negara lain.
Sesuai dengan ungkapan diatas, maka hubungan suatu negara dengan
negara lain merupakan suatu kemestian. Bentuk hubungan tersebut beraneka ragam,
misalnya perdagangan internasional dan pengiriman tenaga kerja luar negeri.
Arus perdagangan internasional tidak hanya dibutuhkan oleh negara kurang
berkembang atau negara berkembang. Atau sebaliknya, perdagangan internasional
tersebut tidak hanya dibutuhkan oleh negara-negara maju yang memerlukan bahan
mentah dari negara kurang berkembang dan negara berkembang.
Akan tetapi, setiap negara membutuhkan perdagangan internasional
itu tanpa melihat status negaranya. Pernyataan ini sesuai dengan penjelasan
Heilbroner yang diterjemahkan oleh Anas Sidik bahwa arus perdagangan itu
terjadi juga antara dua atau lebih negara kaya, seperti Amerika, Eropa,
Australia dan Jepang, disamping antara negara maju dengan negara kurang
berkembang dan negara berkembang.[7]
Bentuk perdagangan internasional yang dilakukan disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing negara. Kadang-kadang suatu negara memiliki sumber daya
alam yang kaya, tetapi sumber daya itu justru dibutuhkan oleh negara lain.
Perdagangan internasional terjadi untuk memenuhi kekurangan negara
masing-masing atau lebih meningkatkan produksi ke arah yang lebih maju. Justru
itu, bentuk perdagangan internasional, khususnya antara dua negara, lebih dimotivasi
oleh perbedaan endowment dan taste, atau meningkatkan keuntungan dalam hal
endowment dan taste yang sama.[8]
C.
Bentuk-Bentuk
Transaksi Valuta Asing
Dilihat dari jenis transaksinya, maka transaksi valuta asing dapat
dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu transaksi spot (spot transaction),
transaksi berjangka (forward transaction), dan transaksi barter (swap
transaction).
1.
Transaksi
Spot (Spot Transaction)
Transaksi
spot, jika dipahami secara leksikal, memiliki banyak makna. Akan tetapi, makna
yang relevan dengan konteks ini ada dua, yaitu tunai dan dengan segera. Jika
merefren kepada makna leksikal itu, maka transaksi spot dapat diartikan sebagai
transaksi yang penyerahannya dilakukan pada hari yang bersangkutan atau pada
beberapa hari berikutnya. Pengertian transaction spot di atas sesuai dengan
fenomena transaksi dewasa ini. Sehubungan dengan itu, transaksi spot dapat
dilakukan dengan tiga cara yang dikenal dengan istilah value today, value
tomorrow, dan value spot.[9]
Value
today adalah transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan
uangnya dilakukan pada tanggal atau hari yang sama dengan tanggal atau hari
transaksi berlansung. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin, tanggal 15
April 2002, penyerahan uangnya juga dilakukan pada hari dan tanggal tersebut.
Cara seperti ini sering juga disebut some day settlement dan cash settlement.
Value
Tomorrow merupakan transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang
penyerahan uangnya dilakukan pada hari kerja berikutnya, tepatnya satu hari
setelah transaksi dilakukan. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin,
tanggal 15 April 2002, penyerahan uangnya dilakukan pada hari Selasa, tanggal
16 April 2002.
Berbeda
dengan pengertian value today dan value tomorrow di atas, value spot adalah
transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan uangnya
dilakukan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya, transaksi dilakukan pada
hari Senin, tanggal 15 April 2014, penyerahan uangnya dilakukan pada hari Rabu,
tanggal 17 April 2014.
2.
Transaksi
Berjangka (Forward Transaction
Transaksi
berjangka adalah transaksi mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain
yang penyerahannya dilakukan pada waktu yang akan datang.[10]
Makna waktu yang akan datang tersebut tidak sama dengan waktu yang dimaksud
pada value spot dan value tomorrow di atas. Pada transaksi berjangka, waktunya,
lebih lama dari itu. Biasanya, serah terima dalam transaksi berjangka dilakukan
antara satu sampai dengan enam bulan berikutnya.[11]
Untuk
lebih memahaminya, berikut ini akan dikemukakan contoh yang sederhana.
Misalnya, ada dua pihak yang melakukan transaksi sejumlah mata uang. Keduanya
telah menetapkan nilai kurs pada saat dilakukan kontrak (kurs forward tidak
sama dengan kurs spot saat kontrak). Akan tetapi, penyerahannya dilakukan enam
bulan berikutnya tanpa memperhatikan kemungkinan fluktuasi salah satu mata uang
yang ditransaksikan tersebut.
Dengan
cara ini, resiko kerugian karena fluktuasi mata uang dapat diperkecil. Manfaat
seperti ini sangat dirasakan oleh suatu perusahaan yang sedang melakukan ekspor
atau impor dengan pembayaran di masa yang akan datang. Akan tetapi, dalam
transaksi ini, kemungkinan untuk melakukan spekulasi besar juga, apalagi salah
satu pihak yang bersangkutan punya kemampuan untuk mempengaruhi nilai suatu
mata uang. Misalnya, transaksi mata uang rupiah dengan dolar Amerika. Pada
waktu kontrak disepakati bahwa kursnya US $ 1 banding Rp 12.000 (berbeda dengan
kurs spot saat kontrak). Ternyata, enam bulan berikutnya terjadi fluktuasi kurs
rupiah terhadap dolar Amerika hingga mencapai US $ 1 banding Rp 12.500. Dalam
peristiwa seperti ini, pihak pemegang rupiah akan mendapat keuntungan sebanyak
selisih antara kurs sewaktu dilakukan kontrak dengan kurs spot enam bulan
mendatang (sewaktu penyerahan). Atau, bisa saja terjadi sebaliknya, yaitu nilai
mata uang rupiah yang menguat. Tentu saja, pihak yang memegang dolar akan
mendapat keuntungan sebanyak selisih kurs yang bersangkutan.
3.
Transaksi
Barter (Swap Transaction)
Transaksi
barter (Swap Transaction) adalah transaksi sejumlah mata uang negara yang
berbeda dengan cara kedua pihak melakukan kombinasi terhadap dua mata uang yang
bersangkutan secara tunai yang diikuti dengan membeli dan menjual kembali mata
uang yang sama secara tunai dan tunggak-tunai dan tunggak tersebut dilakukan
secara simultan- dengan batas waktu yang berbeda-beda.[12]
Transaksi
seperti ini banyak dilakukan oleh bank jika bank tersebut mengalami kelebihan
jenis suatu mata uang. Misalnya, bank X mengalami kelebihan jenis mata uang
yang disimpan oleh nasabah dalam bentuk deposito valuta asing US $, sedangkan
kredit yang diberikan mayoritas mata uang rupiah. Untuk melakukan keseimbangan,
bisa dilakukan transaksi barter.[13]
Atau, transaksi seperti ini bisa dilakukan oleh perorangan kepada bank.
Transaksi seperti ini, di satu sisi sama
dengan system gadai, tetapi disisi lain berbeda. Perbedaan yang dimaksud
terletak pada keharusan salah satu pihak untuk membayar premi pada waktu
transaksi mendatang.
D. Pandangan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Transaksi Valuta Asing
Sepintas, transaksi valuta asing sama dengan
transaksi jualbeli seperti biasanya dalam Islam. Maksudnya, jika jual-beli
harus memenuhi unsur-unsur penting (rukun), seperti orang yang ber akad, sighat
(ijab dan kabul), barang yang diperjualbelikan, dan alat tukar (yang digunakan
dewasa ini adalah uang),[14]
maka transaksi valuta asing juga memenuhi unsur tersebut. Akan tetapi, jika
dicermati lebih jauh, maka akan terlihat perbedaan pada barang yang
diperjualbelikan. Dalam transaksi valuta asing, yang diperjualbelikan adalah
uang itu sendiri sehingga uang menempati dua posisi, yaitu sebagai alat tukar,
sekaligus sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Dalam bahasa lain, transaksi valuta asing identik dengan jual-beli
mata uang. Dalam literatur fikih, ternyata jenis jual-beli seperti ini dikenal
dengan sharf. Sharf dimaksudkan sebagai jual-beli mata uang, baik sejenis
maupun tidak. Lebih lanjut disebutkan bahwa sharf adalah jual-beli emas dengan
emas, perak dengan perak, atau emas dengan perak dalam kapasitasnya sebagai
mata uang.[15]
Agar jual-beli menjadi sah, sharf ini harus memenuhi empat syarat,
yaitu:
1.
Saling
serah-terima sebelum keduanya berpisah
2.
Memiliki
kualitas yang sama
3.
Tidak
boleh ada khiyar syarat
4. Tidak boleh ada batasan waktu tertentu (al-ajl)
Empat syarat di atas bisa diringkas menjadi
dua saja, yaitu serah-terima sebelum keduanya berpisah dan memiliki kualitas
yang sama. Sementara, ketidakbolehan khiyar syarat dan ketidakbolehan al-ajl
merupakan konsekuensi dari syarat pertama. Syarat-syarat
tersebut didasarkan kepada hadis Rasulullah Saw berikut ini:
Ubadah bin al-Shamat berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “(jual-beli)
emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma,
dan garam dengan garam haruslah sama dan tunai. Apabila yang diperjualbelikan
itu berbeda, maka juallah sesuai dengan keinginanmu dengan syarat tunai”.
Di samping hadis di atas,
hadis yang senada juga diri wayatkan oleh Imam Malik dalam muwaththa’nya.
Terjemahan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut: Dari Yahya yang
diterimanya dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ Ibn Yasar, dia
mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tamar dengan tamar itu harus
sama”. Lalu seseorang sahabat menceritakan kepada Nabi: “Sesungguhnya,
ada seorang sahabat menukarkan satu sha’ kurma dengan dua sha’ kurma kepada
orang Khaibar”, maka Rasulullah SAW bersabda: “Panggil dia ke sini”!
maka sahabat tersebut memangilnya, Nabi mengajukan pertanyaan: “Betulkah
engkau menukarkan satu sha’ kurma dengan dua sha’ kurma”, yang ditanya menjawab:
“Wahai Rasulullah, mereka tidak mau menjual janib kepadaku dengan bayaran
jam’u satu sha’ sama satu sha’. Rasulullah SAW bersabda: Juallah jam’u
itu dengan dirham, kemudian belilah janib itu dengan dirham. (H.R. Malik)
Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami bahwa transaksi
valuta asing dapat dibenarkan secara hukum jika syarat-syarat yang dikemukakan
tersebut terpenuhi. Maksudnya, kedudukan hukum transaksi valuta asing dalam pandangan
hukum Islam diperbolehkan sepanjang tidak keluar dari syarat-syarat yang telah
ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, transaksi valuta asing itu
memiliki tiga jenis spot, forward dan swap dan ketiga jenis tersebut memiliki
spesifikasi yang signifikan jika ditinjau dari sisi hukum.
Oleh karena itu, berikut ini akan dikemukakan secara singkat
aplikatif ketiga jenis tersebut guna menemukan spesifikasi masingmasingnya
sehingga dapat dideteksi kedudukan hukumnya secara lebih tegas. Pertama, secara
aplikatif, transaksi spot dapat digambarkan seperti berikut. Seseorang yang
membutuhkan sejumlah dolar untuk membayar barang impor dari Amerika. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, maka seseorang tersebut harus membeli dolar di
pasar valuta asing sejumlah yang diperlukan itu dengan kurs spot saat itu (si
pembeli di satu pihak, pasar valuta asing di pihak lain).
Dalam transaksi spot ini, serah terima mata uang yang
diperjualbelikan tersebut berlansung pada saat transaksi, atau setidaknya satu
atau dua hari berikutnya. Perbedaan hari yang relatif sedikit ini tidak ada konsekuensinya
terhadap kurs. Dari gambaran di atas, nampaknya tidak ada perbenturan den gan
syarat-syarat sharf. Hal ini bearti, sekaligus merupakan pendapat penulis,
bahwa transaksi valuta asing jenis spot transaction dibolehkan oleh hukum
Islam. Di samping tidak bertentangan dengan syaratsyarat sharf itu, realitas
menunjukkan bahwa transaksi valuta asing tersebut sangat urgen.
Kedua, forward transaction (transaksi berjangka) biasanya dilakukan
untuk menghindari resiko fluktuasi kurs, khususnya pada waktu yang akan datang.
Misalkan pengusaha Indonesia membutuhkan sejumlah dolar untuk membayar barang
impor tiga bulan mendatang (sesuai dengan waktu kontrak dengan pihak
pengimpor), sementara dia tidak bisa memperkirakan berapa besar kurs spot untuk
tiga bulan mendatang itu. Agar terhindar dari fluktuasi kurs tersebut, dia
melakukan transaksi forward untuk tiga bulan mendatang. Caranya, transaksi
dilakukan hari ini, tetapi penyerahannya dilakukan pada tiga bulan mendatang.
Kurs dalam transaksi ini tidak sama dengan kurs spot saat itu, tetapi lebih
tinggi. Jika kurs spot rupiah terhadap dolar Rp 12.000/US $ 1, mungkin dalam
kurs forward Rp 12.500/US $ 1. Di samping itu, pengusaha tersebut membayar uang
muka maksimal sepuluh persen (10 %) dari jumlah yang ditransaksikan. Jika
ditinjau dari dimensi hukum, maka pelaksanaan transaksi forward memiliki dua
kelemahan. Pertama, adanya perbedaan harga antara spot dengan forward. Kedua,
uang muka yang diberikan bisa hilang jika transaksi dibatalkan. Bentuk yang
pertama termasuk dalam kategori riba dan jual beli bersyarat, sedangkan bentuk
kedua dapat dikategorikan ke dalam bentuk jual beli urban . Baik bentuk pertama
maupun bentuk kedua, semuanya sama-sama dilarang dalam Islam.
Ketiga, jenis transaksi terakhir, adalah transaksi barter (swap
transaction). Berikut, akan digambarkan secara sederhana. Seorang pengusaha
memiliki dolar dalam jumlah tertentu, sementara dia sangat membutuhkan rupiah.
Satu tahun ke depan, dia membutuhkan dolar itu kembali. Oleh karena itu, dia
menukarkan dolar dengan rupiah kepada salah satu bank sesuai dengan kurs spot
waktu itu, dengan syarat bahwa satu tahun ke depan (pada tanggal yang
ditetapkan) dolar tersebut harus dikembalikan oleh bank dengan kurs yang sama
dengan kurs spot saat transaksi. Pihak bank menyetujui syarat tersebut dengan
ketentuan bahwa pengusaha itu harus membayar premi dalam prosentase tertentu
dari rupiah yang diterimanya, misalnya 8 % dari jumlah rupiah yang diterimanya.
Justru itu, untuk mendapatkan dolar dalam jumlah yang sama pada satu tahun
mendatang, pengusaha tersebut harus menyediakan uang rupiah sebanyak yang
diterima sebelumnya, ditambah dengan persentase yang ditentukan itu. Jika
dicermati dari dimensi hukum, transaksi ini termasuk kepada jual-beli al-ajl di
samping mengandung riba. Dengan mengacu kepada syarat-syarat sharf di atas,
maka transaksi swap ini tidak bisa dibenarkan. Dengan demikian, transaksi ini
mengandung kelemahan secara hukum, yaitu mengandung unsur riba dan melanggar
salah satu syarat sharf, yaitu al-ajl .
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Uraian di atas menunjukkan bahwa tidak semua jenis transaksi valuta
asing yang bisa dibenarkan secara hukum Islam. Satu-satunya yang bisa diterima
dalam praktek muamalah Islam adalah transaksi valuta asing jenis spot. Sementara,
dua jenis lainnya –forward dan swap- mengandung kelemahan.
Transaksi forward dan swap hanya dibenarkan dalam kondisi darurat
karena hukum asalnya haram. Akan tetapi, besar kemungkinan kondisi darurat ini
tidak akan pernah terjadi. Hal ini disebabkan oleh urgensi transaksi valuta
asing dalam kaitannya dengan hubungan internasional sudah bisa dipenuhi oleh
transaksi spot. Justru itu, tidak ada alasan yang kuat untuk membenarkan
transaksi forward dan swap ini.
B.
Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih belum sempurna dan untuk menjadi sempurna kami membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak
lain. Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai
masukan dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Salvatore Dominock. International Economics. New Jersey:
Prentice-Hall. 1996.
Jamali, Ahmad. Dasar-Dasar Keuangan Internasional.Yogyakarta:
BPEF. 1998.
Husnan Suad. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan.
Yogyakarta: BPFE.1996.
Anas Sidik.
Terbentuknya Masyarakat Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Dahlan, Abdul
Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.1996.
Depdikbud. Kamus
Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1994.
Kasmir. Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998.
Siamat, Dahlan.
Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: FEUI. 1999.
[1] Depdikbud, Kamus
Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal 1070.
[2] Depdikbud, Kamus
Besar bahasa Indonesia, hal 1116.
[3] Depdikbud, Kamus
Besar bahasa Indonesia, hal 61.
[4] Depdikbud, Kamus
Besar bahasa Indonesia, hal 229.
[5] Dahlan Siamat,
Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 1999), hal 178.
[6] Dominock
Salvatore, International Economics, (New Jersey: Prentice-Hall, 1996), hal
339.
[7] Anas Sidik, Terbentuknya
Masyarakat Ekonomi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal 18.
[8] Endowment
diartikan pola produksi dan taste diartikan pola konsumsi. Untuk lebih
mendalaminya, baca Harry Waluya, Ekonomi Internasional, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), hal 62-74.
[9] Dahlan Siamat,
Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 1999), hal 181-182.
[10] Ahmad Jamali, Dasar-Dasar
Keuangan Internasional, (Yogyakarta: BPEF, 1998), hal 46.
[11] Suad Husnan, Manajemen
Keuangan Teori dan Penerapan (Yogyakarta: BPFE, 1996), hal 190.
[12] Suad Husnan, Manajemen
Keuangan Teori dan Penerapan, hal 27.
[13] Kasmir, Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal 215-216.
[14] Abdul Aziz
Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1996), hal 828.
[15] Wahbah
al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsik, Dar al-Fikr,
1989), hal 636.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar